Pemikiran Cinta filosof-filosof Yunani
Seorang Yunani berkata kepada seorang muslim “apa yang kamu pikirkan
tentang cinta ?” “saat kau berkata ‘cinta’, benakku melukiskan Tuhan” jawab
seorang muslim. Skema pemikiran islam tentu saja dipengaruhi oleh skema
pemikiran Yunani, pada abad 424 SM orang-orang Yunani telah mendiskusikan
cinta, agaknya dari sekian banyak filsuf yang mengutarakan pemikirannya,
Diotima merupakan filosof yang menaruh perhatian besar terhadap pembahasan
cinta.
Diskusi mereka (orang Yunani) mengenai cinta kemudian ditulis dan
dibukukan oleh Plato, judul bukunya adalah Simposium: Hakikat Eros, Cinta dan
Manusia. Dalam diskusi tersebut, tentu saja tidak hanya Diotima yang
menghadirnya, nama-nama lain seperti Apollodarus[1],
Aristodemus[2],
Eryximachus[3],
Pausanias[4], Aristhopanes[5], Socrates[6],
Agathon, dan Plato[7]
itu sendiri. Seluruh orang yang hadir tersebut kemudian memberikan pandangannya
mengenai tema diskusi dengan pandangan dunianya sendiri. Namun terlalu panjang
untuk mendiskusikan pendapat secara keseluruhan tersebut, disini akan
dipaparkan pendapat Eryximachus, Diotima, Socrates dan Plato.
Menurut Eryximachus, setiap makhluk memiliki naturalnya -dalam islam hal
ini disebut dengan fitrah, dan kita akan menggunakan kata ‘fitrah’ dalam
mendiskusikan pemikiran Eryximachus dalam ringkasan ini- masing-masing, dan
konsep tertinggi mengenai fitrah setiap makhluk adalah cinta, dalam dunia
kedokteran, cinta merupakan fitrah yang memberikan pengaruh terhadap segala
tindakan manusia, namun cinta yang memberikan pengaruh tersebut, juga
dipengaruhi oleh setiap pengetahuan manusia mengenai cinta, jika pengetahuan
manusia mengenai cinta itu cenderung buruk, seperti persetubuhan, maka tindakan
atas cinta yang ditampakkan dalam realitas akan demikian, jenis ini disebut
sebagai Eros Vulgar dari Heaven Musly. Ringkasnya, cinta sebagai hal yang
fitrah bagi manusia memiliki kekuatan yang lebih unggul dibanding hal fitrah
lainnya.[8]
Menurut Diotima, cinta adalah setiap keinginan yang ditujukan untuk
hal-hal baik. Cinta dalam pemikiran Diotima dibagi menjadi dua, pertama cinta
yang menghantarkan seseorang pada hal-hal materi atau fisik, dalam hal cinta,
cinta dalam pembagian pertama ini merupakan cinta yang paling rendah levelnya,
karena memiliki objek fisik, objek fisik tersebut kemudian akan hancur oleh
waktu, karena itu mencintai hal yang materi adalah bentuk cinta yang paling
rendah. Kedua, cinta yang menghantarkan seseorang untuk mencintai eros, dewa
cinta itu sendiri, dalam tahap ini seseorang telah benar-benar menggapai
makrifat cinta, karena mencintai objek yang tidak fana atau abadi, jika objek
yang dicintai adalah abadi, maka cintanya pun akan abadi.
Menurut Socrates, cinta adalah keinginan untuk meraih kebaikan. Dalam
mengemukakan pendapatnya, jika diringkas, kira-kira proposisi yang dibangun
seperti ini “pada mulanya, manusia memiliki sifat serakah, dimana manusia
memiliki keinginan yang sangat banyak, namun dalam menggapai keinginan tersebut,
terbesit harapan bahwa yang objek yang diinginkan adalah objek yang akan
memberikan kebahagiaan atau kebaikan”.
Menurut Plato, cinta adalah perasaan yang mendorong seseorang pada hal
yang bersifat spiritual, seseorang yang sedang dilanda jatuh cinta sudah
sepatutnya mengapresiasi diri, karena pada hakikatnya orang yang sedang jatuh
cinta adalah orang menuju pada tingkat kesucian. Lebih lanjut, Plato memberikan
penjelasan mengenai situasi jatuh cinta dan jalancinta. Adapun situasi jatuh
cinta menurut Plato terbagi menjadi dua, pertama subjek melihat kebaikan pada
objek, kedua subjek menaruh harapan pada objek. Selanjutnya mengenai jalan
cinta, Plato membaginya menjadi tiga bagian, pertama, cinta pada satu objek
tertentu, kedua, cinta pada objek yang indah, dan ketiga, cinta pada kebajikan
sosial.
Kepentingan dalam Meninjau Dinamika Peralihan
Keilmuan: Yunani-Islam
Pendapat dari filosof Yunani kuno tersebut sengaja dikemukakan untuk
melihat dinamika peralihan keilmuan dari Yunani menuju islam melalui proses-proses
penerjemahan. Pada dasarnya pemikiran intelektual islam tidak terlepas dari
dinamika intelektual Yunani kuno dengan Aristoteteles sebagai guru pertamanya.
Aristoteles merupakan murid langsung dari Plato, usahanya dalam menjalankan
aktivitas filsafat dibuktikan dengan dibangunnya sekolah filsafat bernama Lykeion.
Ide pembangunan sekolah tersebut berasal dari gurunya Plato yang mendirikan
sekolah bernama Academia.
Pemikir Yunani yang sangat mempengaruhi islam adalah Aristoteteles,
berikut akan diuraikan usaha penerjemahan orang-orang Arab dibawah perintah
Khalifah Al Ma’mun pada Daulah Abbasiyah, berikut nama-nama dan karya yang
diterjemahkan beserta fase-fasenya:
Fase Penerjemahan, dan Percobaan Pengembangan Karya
A. Bidang Ilmu yang Diterjemahkan
1.
Filsafat
2.
Teologi (dalam intelektual kristen, bukan ilmu kalam atau tauhid)
3.
Logika
4.
Astrologi
5.
Matematika
6.
Astronomi
7.
Kedokteran
8.
Politik
9.
Kimia
10. Metafora ( semacam cerita/dongeng yang
mengandung hikmah atau sindirian )
11. Meteorologi
12. Heresiografi
13. Fisika
14. Metafisika
15. Etika
16. Musik
17. Hukum
B. Nama-nama Penerjemah Naskah Klasik
1.
Yahya Al Barmaki
2.
Jibril ibn Bakhtishu
3.
Georgius ibn Jabra’il
4.
‘Isa ibn Syahlatsa
5.
Harun
6.
Masarjawyh (Masurjuis)
7.
Abdullah ibn Al Muqaffa ( W. 757 M )
8.
Yuhana (Yahya) ibn Masawayh ( W. 806 M )
9.
Ibrahim ( W. 777 M)
10. Muhammad ibn Ibrahim Al Fazari ( W. 806 M )
11. Yahya ibn Al Bithriq
12. Al Hajjaj ib Mathar
13. Hunain Ibn Ishaq ( 809-873 M )
14. Ishaq ibn Hunain ( W. 911 M )
15. Huabisy
16. Isa ibn Yahya
17. Ibn Na’imah Al Himshi ( W. 835 M )
18. Abu Bisyr Matta ( W. 940 M )
19. Yahya ibn ‘Adi ( W. 974 M )
20. Abu ‘Utsman Al Dimasyqi ( W. 900 M )
21. Abu ‘Ali ibn Zur’a (1008 M )
22. Al Hasan ibn Suwar
23. Ibn Al Khammar
24. Tsabit ibn Qurra
25. Qustha ibn Luqa
C.
Pengurus Baitul Hikmah di Masa Al Ma’mun
1.
Yahya ibn Masawayh
2.
Al Hajjaj ibn Mathar
3.
Yahya ibn Al Bithriq
4.
Salm
D. Nama dan Karya Terjemahannya
1.
Abdullah ibn Al Muqaffa
a.
Kalilah Wa Dimnah
b.
Khudai Nameh ( Sejarah Raja-raja Persia )
c.
Ayin Nameh ( Buku tentang Mazda, biografi Anushirwan )
d.
Categories karya Aristoteles
e.
Heurmeneutica karya Aristoteles
f.
Analytica Posteriora karya Aristoteles
2.
Yahya ibn Al Bithriq
a.
De Anima karya Aristoteles
b.
Analytica Prioria karya Aristoteles
c.
Politics karya Aristoteles
d.
Almagest karya Ptolemius ( Kedokteran )
e.
Elements karya Euclid ( Astrologi )
f.
Quadripartius, sebuah karya komentar atas karya Ptolemius, di tulis oleh
‘Umar Farukhan
3.
Hunain ibn Ishaq ( Penerjemahan, Parafrase karya Platon dan Percobaan
Pengembangan )
a.
Silogisme Hipotetik,
b.
Etika,
c.
Sofisme,
d.
Parmeinides,
e.
Eraytlus,
f.
Euythdemus,
g.
Timeus,
h.
Negarawan,
i.
Republik,
j.
Hukum
k.
Physiognomoy ( Ilmu Firasat )
l.
Risalah penggerak yang tak Bergerak
m.
Pengantar Logika
n.
Tata Bahasa Yunani
o.
Risalah Tentang Pasang Surut Air Laut
p.
Risalah Tentang Warna
q.
Risalah Tentang Pelangi
r.
Kebenaran Kepercayaan Keagamaan
s.
Kumpulan Tulisan Para Filosof
4.
Ishaq ibn Hunain
a.
Categories
b.
Heurmeneutics
c.
De Generatione et Corruptine
d.
Fisika
e.
Etika
f.
Sofisme
g.
Bagian-magian metafisika
h.
Timaeus
i.
De Plantis
5.
Abu Bisyr Matta ( Penerjemahan dan Penjelasan karya Logika Aristoteles)
a.
Categories
b.
De Caelo
c.
Heurmeneutica
d.
Analytica Prioria
e.
Analytica Posteriora
f.
Introduction Anayltica
g.
Risalah Silogisme Bersyarat
h.
Isagoge karya Porprhy
6.
Yahya ibn ‘Adi ( Karya Platon )
a.
Sophistica
b.
Politica
c.
Topica
d.
Metafisika
e.
Hukum
Tujuh diatas adalah Kristen Nestorian, kecuali
Abdullah ibn Muqaffa, ia adalah seorang muslim, dimana sebelumnya adalah
seorang zoroastrianisme. Orang Kristen Nestorian lain adalah Muhammad ibn
Ibrahim Al fazari, Ibrahim, dan Yahya ibn Masawyh
7.
Tsabit ibn Qurra
a.
Fisika, karya Aristoteles
b.
Tabiat Bintang-bintang dan Pengaruhnya
c.
Dasar-dasar Etika
d.
Menyempurnakan dua karya filosof Yunani, yakni Almagest karya Ptolemius
dan Element karya Euclidas
8.
Abu ‘Utsman Al Dimasyqi
a.
Topica
b.
Etica Nichomachea
c.
Fisika IV
d.
De Generatione et Corruptione
e.
Element
f.
Isagoge
9.
Isa Ibn Zur’ah
a.
De Generatione et Corruptione
b.
Metafisika L
c.
Sophistica
Ibn Al Khammar
a.
Meteorologica Aristotetels
b.
Isagoge
c.
Categories
d.
Heurmeneutica
e.
Analytica Prioria
f.
Risalah tentang Materi
g.
Philosophical Life
10. Ibn Na’imah Al Himshi
a.
Fisika IV-VII Aristoteles
b.
Teologia Aristoteles.
Fase Perkembangan dan Pengembangan
A. Ketegangan Politik dan Kegamaan dalam Islam
C. Aristotelianisme dan Neoplatonisme dalam
Islam
G. Kebangkitan Aristotelianisme dalam Islam
H. Iluminasionisme, Transendetalisme dan
Reaksinya terhadap Paripatetetik
I.
Modernisme Muhammad Abduh dan Muhammad Iqbal
Fase Peralihan Intelektual dari Islam ke Barat dan Perkembangannya
C. Abad Pertengahan: Patristikisme dan
Skolastikisme
H. Sains, Teknologi, dan Metaverse
Banyak filosof barat yang tidak menyebutkan secara langsung karya
pemikir muslim yang diterjemahkan, sehingga harus ada pembacaan kritis terhadap
karya-karya mereka untuk mengidentifikasi pengaruh pemikirannya, untuk contoh,
karya Rene Descartes yang berjudul Meditations on First Philosophy yang sangat
mirip dengan karya Al Ghazali yang berjudul Al Munqidz Min Al Dhalal. Contoh
lain, kesamaan gaya kritik David Hume dengan Ibn Taymiah terhadap rasionalisme.
Corak Pemikiran Islam: Pengantar Pemikiran, Objek
Keilmuan dan Tokoh
Pemikiran islam dibagi menjadi empat bagian, yakni pemikiran tekstualis,
teologis, filsafat, dan Irfan. Pemikiran tersebut memiliki corak pikir yang
beragam, maka dari itu untuk memperjelas pembahasan ini, marilah kita mulai
bahasan ini dengan tekstualis. Pemikiran tekstualis merupakan cara berpikir
yang hanya bertolak pada ayat-ayat AL Qur’an dan Hadist, keilmuan yang digeluti
di dalamnya termasuk, ‘ulum Al-Qur’an, tafsir Al Qur’an, ‘ulum Al hadits. Dalam
sejarah pemikiran islam, corak pemikiran semacam ini berawal dari salah seorang
ulama dari keempat madzhab mujtahid mutlak, yakni Imam Ahmad ibn Hanbal.
Perkembangannya, corak pemikiran ini terbagi menjadi dua, pertama yang masih
bergerak dan setia dengan dunia, dan disebut dengan tekstualis klasik tokohnya
adalah Ibn Taimiyah, Ibn Qoyyim Al Jauzi dan lain sebagainya, sedangkan bagian
kedua disebut dengan tekstualis modern, yang memiliki ciri khas pergerakan,
seperti Salafi wahabi, tokohnya adalah Muhammad ibn Abdul Wahab, Muhammad Abduh
dan lain sebagainya.
Pemikiran islam yang kedua adalah adalah teologis, corak pikir ini
memiliki khas tersendiri, yakni menggunakan dalil dalil rasional. Sebetulnya,
dokumen utama pemikiran ini sama dengan pemikiran tekstualis, yaitu Al Qur’an
dan Hadits, namun untuk pengolahannya sangat dekat dan akrab menggunakan
prinsip-prinsip rasional. Keilmuan yang digeluti adalah tema-tema besar
ketuhanan, seperti pembahasan mengenai wahyu, kausalitas, dan lain-lain. Corak
pemikirannya tetap sama hingga saat ini, dalam islam, kelompok orang yang
berpikir teologis terbagi menjadi beberapa bagian, seperti, Khawarij, Syiah,
Qadariyah, Mu’tazilah, Jabariyah, Murjiah, Shifatiyah Atau Asy’ariyah, dan
Maturidiyah, dari sekian kelompok tersebut, menurut Harun Nasution, yang masih
bertahan hingga kini hanya Asy’ariyah, Maturidiyah dan Mu’tazilah. Tokoh pemikirnya
sangat banyak, dapat kita sebutkan Namanya seperti Ghailan Al DImasyqi, Ma’bad
Al Juhani, Jahm Ibn Shafwan, Washil ibn Atha, Abu Hasan Al Asy’ari, Abu Mansur
Al Maturidi.
Pemikiran islam yang ketiga adalah filsafat, atau dalam kosa kata islam
-yang berbahasa Arab- dikenal dengan Falsafah, memiliki corak pemikiran yang
kuat terhadap akal. Keilmuan yang digeluti seputar ‘ada’, ringkasnya falsafah
adalah bidang keilmuan yang membahas ‘ada’ sebagaimana ‘ada’. Perkembangannya
dalam sejarah terbagi menjadi tiga kelompok atau dalam kosa kata khas falsafah
islam disebut dengan madrasah, pertama disebut dengan madrasah hikmah
masya’iyah, kedua madrasah hikmah isyraqiyah, dan ketiga madrasah
hikmah muta’aliyah. Tokoh pemikirnya sangat banyak, dapat kita sebutkanya
namanya seperti Abu Yusuf Ya’kub Al Kindi, Abu Husain Ali Ibn Sina, Suhrawardi,
Mir Damad, Sharudin Al Syirazi atau dikenal dengan Mulla Sadra.
Pemikiran islam yang keempat adalah Irfan, atau tasawuf falsafi, -kata
Irfan sebetulnya sangat khas Persia, karena dalam perkembangan sejarah
pemikiran tasawuf, orang-orang dari Persia memperkenalkan gaya tasawuf yang
menggunakan skema berpikir filsafat. Corak pemikirannya sangat khas yaitu
dengan menggunakan intuisi. Keilmuan yang digeluti seputar akhlak, dan
ketuhanan, sebetulnya kajian tasawuf falsafi bertujuan mendidik bagaimana
seseorang ‘berislam’. Tokoh pemikirnya sangat banyak, dapat kita sebutkan
seperti Muhyiddin Ibn Al ‘Arabi, Maulana Jalaludin Rumi, Muhammad Al Ghazali,
Ibn Qayim Al Jauzi.
Kosa Kata Cinta Dalam Logika Islam dan Usaha
Mendefinisikannya
Dalam melakukan definisi, logika islam memiliki kaidah dan peraturan
yang harus diikuti, agar setiap konsep mendapatkan definisi yang jelas, dalam
mendefinisikan sesuatu, dibutuhkan materi-materi untuk memperjelas konsep yang
ingin di definisikan, materi-materi ini disebut dengan Kulliyah Al Khamsah.
Dalam Kulliyah Al Khamsah terdapat pembagian-pembagian sebagai materi
definisi, pembagian tersebut adalah dzat (hakikat) dan ‘arad (sifat), dzat ini
kemudian dibagi menjadi tiga, pertama disebut jins, nau’, dan fashl, sedangkan
‘arad dibagi menjadi dua, yakni khas, dan ‘am.
Namun, sebelum menguraikan definisi mengenai cinta, penting untuk
terlebih dahulu mengetahui jenis kata dari kata ‘cinta’ itu sendiri. secara
ringkas, jenis kata dalam logika islam terbagi menjadi lima, pertama mukhtash,
kedua, musytarak lafzhi, ketiga, manqul, keempat, murtajal,
dan kelima hakiki dan majazi. Menurut penulis, cinta
merupakan jenis kata yang tergolong Musytarak Lafzhi sekaligus hakiki
dan majazi. Maksudnya, cinta merupakan jenis kata yang memiliki
banyak makna, sekaligus kata yang memiliki makna hakikat yakni cinta
sebagaimana cinta dan makna majazi yakni makna yang membutuhkan konteks.
Tulisan ini akan mencari makna hakiki dari cinta itu sendiri, menurut
penulis cinta merupakan kepercayaan yang melahirkan tata nilai. Dalam definisi
tersebut, konsep kepercayaan merupakan jins dari cinta, dan cinta itu
sendiri merupakan nau’, sedangkan tata nilai adalah fashl dari
cinta. Definisi ini tidaklah mutlak, penulis tentunya terbuka hati dalam
menerima kritik dan saran dalam usaha mendefinisikan cinta itu sendiri.
Subjek dan Objek Cinta
Subjek dalam cinta itu adalah makhluk, artinya setiap makhluk memiliki
potensi untuk mencintai, makhluk ini kemudian dibagi menjadi dua yakni makhluk
yang disebut sebagai manusia dan makhluk non manusia, sedangkan objek cinta
hanyalah satu, yaitu Allah S.W.T., pembahasan ini akan menemukan kejelasannya
dalam pembahasan asas cinta dalam islam.
Asas Cinta dalam Islam
Asas cinta dalam islam adalah Q.S. Al Baqarah ayat 143, tentu dalam hal
cinta, pemaknaan dalam ayat tersebut tidak dibaca secara teks, melainkan
konteks. Konteks dalam ayat tersebut adalah penghapusan terhadap dikotomi.
Dalam objek cinta yang telah dituliskan diatas, kita mengetahui bahwa objek
cinta hanya Allah, lalu apakah salah ketika seseorang mencintai selain Allah
seperti laki-laki mencintai wanita atau sebaliknya, nah disinilah dikotomi
tersebut harus dihilangkan atau dihapus.
Alam semesta dalam pemikiran islam disebut sebagai makrokosmos,
penggunaan bahasa makro tersebut mengandaikan adanya mikro, dan yang disebut
sebagai mikrokosmos ini adalah manusia. Dalam literatur tasawuf falsafi,
manusia adalah cermin Tuhan, pemikiran mengenai cermin Tuhan bertolak pada
pemikiran Ibn ‘Arabi mengenai konsep Wahdatul Wujud, yakni wujud itu
hanya satu yakni wujud Allah, selain itu hanya merupakan derivasi, atau
pancaran dari wujud Allah tersebut. Selanjutnya karena manusia ini sebagai
cermin Tuhan, manusia juga disebut sebagai mikrokosmos atau alam kecil, karena
pada diri manusia tersimpan berbagai daya yang terdapat di alam semesta, yakni
daya mineral, tumbuhan dan binatang.
Pertanyaan apakah kita tidak boleh mencintai yang lain selain Allah
tentunya akan sangat keliru, karena sebetulnya yang ‘ada’ hanyalah Allah S.W.T
saja, yang lain hanyalah pancaran, namun karena manusia merupakan makhluk yang
lalai, seringkali manusia terlalu mencintai objek lain, karena itu, islam
memberikan solusi sebagai pengingat manusia agar tetap dalam jalan mencintai
Allah, solusi itu adalah mujahadah al nafs.
Pembahasan seputar ini terlalu panjang dan akan menghabiskan banyak
waktu, maka untuk mempersingkat penjelasan ini, penulis akan mengutip skema
pembahasan lafadz alhamdu lillahi robbil ‘alamin, yang jika diartikan
secara literal adalah “Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam”, dalam
literatur islam klasik, makna puji tersebut terbagi menjadi empat, pertama puji
Allah kepada Allah, kedua puji Allah kepada makhluk, ketiga puji makhluk kepada
Allah dan keempat puji makhluk kepada makhluk.
Dalam penjelasan tersebut, kita menemukan bahwa ada beberapa bentuk
pujian, dan keseluruhan pujian ini hanya berorientasi kepada Allah. Jawaban
terkait pertanyaan ‘apakah boleh mencintai selain Allah, mengandaikan seseorang
mencintai makhluk’ dan jawaban ini menurut penulis adalah jawaban yang paling
akurat.
Jenis Pencinta dalam Islam
Dalam melakukan pembagian terhadap jenis pencinta, penulis menggunakan
pembagian terperinci guna mempermudah dan memperjelas pembagian tersebut.
Kaidah pembagian ini mengikuti kaidah pembagian logika islam yakni Qismah
Tafshiliyah.
Adapun jenis-jenis pecinta dalam pemikiran islam adalah sebagai berikut:
1.
‘Awam, seorang pecinta pada jenis ini memiliki orientasi selain Allah,
objek yang dicintainya adalah materi murni, seperti pasangan, harta dan dirinya
sendiri. Dalam islam, jenis pecinta seperti ini adalah orang yang celaka,
menurut Imam Al Ghazali, mencintai diri sendiri merupakan penyakit dan dosa
bathin.
2.
Khawash, seorang pecinta pada jenis ini memiliki orientasi kepada Allah,
namun belum sepenuhnya lepas dari materi, seperti orang yang bersedekah namun
masih berharap kelipatan rezekinya.
3.
Khawash Al Khawas, seorang pecinta pada jenis ini memiliki orientasi
kepada Allah semata, dan sudah sepenuhnya lepas dari keinginan duniawi,
orang-orang yang termasuk ke dalam jenis ini merupakan para sufi atau wali
Allah. Allah telah benar-benar menjadi tujuannya, tidak hanya di dalam ide,
melainkan di dalam tindakan.
Tujuan Cinta
Zainudin sangat mencintai hayati, dalam proses mencintainya, zainudin
seringkali menulis surat untuk Hayati, setiap surat yang ditulis oleh Zainudin
selalu memberikan kebahagiaan tersendiri bagi zainudin, demikianlah pecinta, ia
akan Bahagia menjalankan sesuatu yang disukai oleh objek yang dicintainya.
Seorang Arab dari suku Bani Amir bernama Qays sangat mencintai Layla,
suatu hari Qays dilanda sakit yang sangat parah dan diharuskan menjalani
operasi oleh dokter, namun Qays menolak, “jika engkau melakukan operasi
kepadaku dengan mencoba untuk membedahku, maka aku akan menolaknya, karena pada
saat engkau akan membedahku, layla juga akan merasakan sakit, demikian seorang
pecinta akan menolak melakukan sesuatu yang tidak disukai pasangannya.
Dalam dua kutipan cerita diatas, dapat disimpulkan bahwa, seorang
pecinta akan melaksanakan apa yang diinginkan oleh objek yang dicintainya, dan
akan menjauhi segala sesuatu yang tidak disukai oleh objek yang dicintainya, pada
akhirnya pecinta akan sirna dihadapan objek yang dicintainya, ringkasnya,
ketika seseorang benar-benar jatuh cinta, maka sirnalah dirinya, yang ada
hanyalah objek yang dicintai.
Manusia pada umumnya melakukan segala sesuatu untuk mendapatkan satu hal,
yakni kebahagiaan. Manusia memiliki beragam cita-cita, beragam ikhtiar namun
tetap tertuju pada satu hal tersebut. Kebahagiaan adalah bentuk finishing
touching dari aktivitas pencinta, karena itu tujuan dari cinta adalah
kebahagiaan.
Dalam pemikiran islam, dengan mengutip Nurcholis Madjid, mencintai dan
menjalani hidup adalah keselarasan, yaitu menggapai kebahagiaan. Sebetulnya
Nurcholis sendiri tidak secara langsung menyatakan kebahagiaan, namun Nurcholis
menggunakan kata “menggapai ridha Allah”, nah, dalam pemikiran etika islam,
kebahagiaan tertinggi adalah menggapai ridha Allah S.W.T., jadi jelas bahwa
mencintai dan menjalani kehidupan adalah keselarasan.
Kesimpulannya, ketika seseorang benar-benar telah mencintai, maka ia
akan menjalankan segala hal yang telah disukai dan menjauhi segala hal yang
tidak disukai oleh objek yang dicintainya, aktivitas ini melahirkan kebahagiaan
bagi pecinta, dan pada akhirnya seorang pecinta akan hilang, sirna oleh objek
yang dicintai. Dalam islam, puncak kecintaan kepada Allah tertinggi juga
demikian, namun dalam sejarah, para sufi seperti Abu Mansur Al Hallaj, dan
Syekh Siti Jenar belum mampu menguraikan puncak kecintaan tertinggi tersebut
secara filosofis, sehingga mereka kemudian dibunuh.
Daftar Pustaka
(Ed), Nurcholis Madjid. 2019. Khazanah
Intelektual Islam. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Bagir, Haidar. 2022. Alkimia Cinta: Mendaras Makrifat
Melalui Syair dan Syarahnya. Yogyakarta: Penerbit Bentang.
Bertens, K. 2011. Ringkasan Sejarah Filsafat.
Yogyakarta: KANISIUS.
Fadli, Abdul Hadi. 2015. Khulashah Al Manthiq .
Jakarta: Sadra Press.
Fakhry, Majid. 1987. A History of Islamic Philosophy.
Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.
Ghazali, Abu Hamid Muhammad Al. 2017. Bidayah Al
Hidayah. Bandung: Penerbit Mizan.
Madjid, Nurcholis. 2008. Islam Doktrin dan Peradaban.
Jakarta: Paramadina.
Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam: Aliran-aliran,
Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).
Nizami. 2002. Layla Majnun. Yogyakarta: NAVILA.
Plato. 2017. The Dialogues of Plato. Yogyakarta:
BASABASI.
Rumi, Maulana Jalaluddin. 2019. Masnavi i Ma'navi.
Jakarta: Zaman.
Yazdi, Muhammad Taqi Misbah. 2021. Amuzesy e-Falsafeh
(Jilid I). Jakarta: Sadra Press.
[1] Apollodarus adalah ahli bahasa
Yunani dan merupakan murid kesayangan dari Diogenes
[2] Aristodemus adalah prajurit Spartan
[3] Eryximachus adalah dokter Asclepaid
Athena, merupakan anggota ikatan dokter Asclepius.
[4] Pausanias adalah Raja Sparta pada
tahun 445 – 426 SM
[5] Aristhopanes adalah seorang penulis,
tulisan-tulisan dari Aristhopanes biasanya merupakan drama komedi dengan
pendekatan multidisipliner, yakni drama yang mengandung unsur politik, sosial,
ekonomi dan lain-lain.
[6] Socrates merupakan seorang filosof
sekaligus guru dari Plato.
[7] Plato merupakan filosof sekaligus
murid kesayangan dari Socrates.
[8] Hal fitrah lain yang dimaksud oleh
Eryximachus adalah lawan atau konsep-konsep dibawah cinta, seperti membenci,
marah, sedih dan lain-lain yang merupakan ekspresi diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar