Aktivitas adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh
seseorang dengan maksud tertentu untuk memberikan manfaat atau kebahagiaan bagi
yang melakukannya. Semua makhluk hidup berkativitas, begitu pula manusia, maka
setiap manusia -yang masih hidup- pasti beraktivitas. Aktivitas pada konteks ini, tentu saja masih
bermakna universal, artinya belum tereduksi dengan benar atau salah maupun baik
atau buruk.
Berangkat dari pemahaman diatas, tentu saja tulisan ini
akan memberi sedikit ulasan mengenai aktivitas yang baik. Sebab, tak satu pun
manusia yang menyukai aktivitas buruk, sekalipun manusia itu buruk. Katakanlah,
seperti seorang PSK (Pekerja Seks Komersial), yang pekerjaannya adalah
bersetubuh dengan pria bajingan. Dalam survey yang dilakukan oleh tim Asumsi
(Salah satu channel youtube Indonesia) di Indramayu, aku menemukan jawaban
bahwa semua PSK tidak menyukai pekerjaannya.
Kita juga dapat melihat contoh lainnya, seperti orang
yang kecanduan judi online atau slot. Aku tidak perlu banyak
memaparkan banyak data terkait hal ini, sebab sanak saudara ku pun menjadi
korbannya, dia adalah pemain slot yang kini mendekam di penjara akibat tak
mampu membayar hutangnya yang membengkak hingga 90 juta rupiah.
Dari dua contoh diatas, nampaknya ada beberapa orang yang
mengalami kebingungan hendak melakukan aktivitas apa dalam kesehariannya.
Karena mereka bingung hendak melaksanakan aktivitas apa, maka mereka akhirnya
melaksanakan aktivitas yang buruk.
Jika asumsiku ini benar, maka dapat dipastikan, seseorang
yang melaksanakan aktivitas buruk, adalah seseorang yang berada pada posisi
‘kebingungan’ dalam melakukan aktivitas hariannya. Orang bingung ini, dalam
keseharian kita sering mengenalnya dengan orang nganggur atau pengangguran.
Disini, sebagai seorang pemikir, sudah seharusnya untuk
memberikan kontribusi melalui penjelasan serta pemahaman bagi mereka yang
membutuhkan. Dikarenakan aku memilih untuk fokus dalam kajian pemikiran Islam,
maka dengan kapasitas yang aku miliki, pada tulisan ini aku akan memaparkan
salah satu penjelasan mengenai aktivitas apa saja yang dapat dilakukan oleh
seorang muslim.
Untuk menunjang itu, aku memilih Imam al-Ghazali sebagai
tokoh yang pemikirannya mengenai hal ini aku kutip dan aku transformasikan dengan
pendekatan multidisipliner. Pemilihan ini dilakukan atas dasar banyaknya
pemikir Islam yang memberikan penjelasan semacam itu.
Selain itu, pemilihan ini aku lakukan sebab aku memang
memiliki pengalaman secara langsung dalam membaca, memahami, kemudian
menjalankan apa yang disampaikan oleh Imam al-Ghazali -untuk selanjutnya akan disebut
al-Ghazali saja, tentunya dengan tidak mengurangi rasa ta’dzhim ku
kepada ulama besar ini.
Al-Ghazali, seorang tokoh besar dalam pemikiran dan
peradaban Islam, mengajarkan kepada kita bagaimana seharusnya seorang muslim
beraktivitas dalam kesehariannya. Bagiku, ini tentu saja diperlukan, sebab
seseorang pada dasarnya memerlukan suatu panduan atau suatu arahan.
Dengan merujuk kepada al-Ghazali, yang memiliki otoritas
dalam bidang ilmu fikih dan tasawuf, maka kita dapat mengikuti penjelasannya
mengenai aktivitas ini. Akan tetapi, kita tetap harus meneliti kebenarannya
dengan seksama, agar tidak jatuh pada keikutsertaan atau taqlid buta. Penjelasan ini aku ambil dari kitabnya Bidayah
al-Hidayah, salah satu kitab yang ditulis pada fase sufismenya, sebab,
dikatakan bahwa kitab ini adalah kitab pengantar untuk mengkaji magnus
opus-nya yakni Ihya ‘Ulum al-Din.
Menurut al-Ghazali, ada empat hal yang dapat dilakukan
oleh seorang muslim sebagai aktivitas hariannya. Akan tetapi, sebelum
melanjutkan pembahasan, perlu diketahui terlebih dahulu, bahwa pembagian ini
dilakukan oleh al-Ghazali setelah menjelaskan beberapa hal yang aku sebut
sebagai mekanisme pengantar aktivitas. Mekanisme ini merupakan pembuka dari
empat aktivitas yang akan dijelaskan nanti.
Mekanisme itu meliputi tata cara tidur dan bangun tidur.
Pada tata cara tidur, al-Ghazali memberi penjelasan
mengenai hal yang harus dilaksanakan seperti berwudhu, membaca doa tidur dan
posisi tidur. Kemudian, pada tata cara bangun tidur, al-Ghazali juga memberi
penjelasan mengenai hal yang harus dilakukan, seperti bangun pada waktu sebelum
adzan shubuh di kumandangkan, berwudhu, menunaikan sholat shubuh dan berdzikir
hingga matahari terbit.
Pada bagian ini, yang menarik bagiku adalah arahan
al-Ghazali kepada kita mengenai sesuatu yang harus terlintas di pikiran kita
pada saat bangun dari tidur. Kata al-Ghazali “Sesuatu yang harus kau ingat
pada saat matamu terbuka (bangun dari tidur) adalah Allah”. Hal ini, pada
saat aku pertama kali mengetahuinya, hingga saat ini, selalu aku lakukan.
Pada penjelasan terakhir dari paragraf diatas. Aku
menemukan banyak orang yang tidak terbiasa dengan hal itu, terutama pada
generasi Z yang kebetulan mereka adalah peserta didik sekaligus teman-temanku
di SMK Kebangsaan. Disini, aku akan mengatakan bahwa kebanyakan dari mereka,
ketika terbangun dari tidur, adalah mencari gawai atau telepon genggam
(handphone). Tentu saja, ini menjadi keprihatinan tersendiri bagiku, sekaligus
spirit untuk menuliskan hal ini dan menyampaikannya kepada mereka.
Sekarang kita akan kembali kepada pokok pembahasan dalam
tulisan ringkas ini, yaitu mengenai empat aktivitas yang dapat dilakukan
seorang muslim dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Empat aktivitas itu
adalah menuntut ilmu, beribadah, membantu orang lain dan bekerja. Sebelum
menjelaskan lebih lanjut, perlu diketahui terlebih dahulu bahwa keempat
aktvitas ini kadang-kadang berjalan sendiri-sendiri, kadang-kadang berjalan
bersama walau tidak pada waktu dan tempat yang sama.
Maksudnya, tidak harus berjalan masing-masing secara
ketat. Misalnya, seseorang yang bekerja bukan berarti tidak beribadah, begitu
pun seseorang yang menuntut ilmu bukan berarti tidak membantu orang lain.
Karena jika demikian, prinsip luhur dalam Islam yakni altruistik haruslah
ditanggalkan, dan menanggalkan prinsip tersebut adalah mustahil, terutama bagi
masyarakat biasa. Tentu saja aku akan menuliskan hal yang berbeda apabila
tulisan ini akan dibaca oleh para sufi, namun karena hal itu bukan tujuan, maka
cukuplah penjelasannya terkait hal ini.
Marilah kita mulai dengan aktivitas yang pertama, yakni
menuntut ilmu. Agar kita mendapatkan kemudahan dalam memahami aktivitas pertama
ini, maka aku akan membaca melalui dua pendekatan, pertama secara konteks dan
kedua secara kontekstual.
Aktivtas pertama yakni menuntut ilmu bermanfaat. Secara
konteks, al-Ghazali mengajarkan kepada kita agar kita bahwa ilmu yang
bermanfaat ini adalah ilmu yang menghantarkan kita agar dapat bertakwa kepada
Allah, yakni bisa dekat dan menggapai ridhanya, serta jauh dari murkanya. Ilmu
yang masuk ke dalam kategori ini adalah ilmu-ilmu agama, seperti tauhid, fikih
dan tasawuf, yang penjelasan indahnya disampaikan oleh al-Ghazali di dalam
kitab Minhaj al-‘Abidin.
Kedua, secara kontekstual, ada point penting yang dapat
kita temukan dalam uraian al-Ghazali, yakni takwa. Ilmu itu disebut bermanfaat
jika dapat menghantarkan seseorang bertakwa. Apabila kita melihat kondisi zaman
ini yang serba multidisiplin dan interdisiplin, maka ilmu sosial dan sains juga
akan termasuk. Sebab, dengan mengetahui dan memahaminya, juga akan
menghantarkan kita kepada kewaspadaan akan gangguan setan. Misalnya, dengan
kita mempelajari ilmu teknologi dan ekonomi, kita dapat terhindar dari penyakit
masyarakat yang akut, yakni konsumerisme, dalam bentuk panic buying maupun
drugstore sebagaimana dijelaskan oleh Baudrillard dalam bukunya
masyarakat konsumsi. Selain itu, dengan mempelajari teknologi dengan baik, kita
dapat terhindar dari penyakit alam maya berupa simulacra dan hyperrealitas.
Jelas, dengan menguasai ilmu-ilmu baru tersebut, kita juga dapat menjadi orang
yang ber-takwa -ini tentu saja dengan tetap tidak mengesampingkan ilmu-ilmu
keagamaan.
Aktivitas kedua yang dapat kita lakukan adalah
melaksanakan berbagai ibadah. Secara konteks, ibadah yang dimaksud oleh
al-Ghazali adalah ibadah-ibadah yang bersifat formal, seperti sholat, membaca
al-Qur’an, bertasbih, bersholawat. Akan tetapi, secara kontekstual, dengan
meminjam pemikiran Nurcholis Madjid, jika ibadah diartikan sebagai bentuk
pengabdian kepada Allah, dan bentuk pengabdian itu seputar menjalankan
kewajiban, melaknakan sunnah, menjauhi yang haram dan meninggalkan yang makruh,
maka, hanya sekedar ngopi bersama teman juga termasuk ibadah, tapi, dengan
catatan tidak ada serbuk-serbuk maksiat di dalamnya seperti ghibah.
Dari sini, jika memang kita hendak beribadah, maka tidak
melaksanakan yang haram juga termasuk ibadah. Aku, lebih sering ngopi dibanding
dengan sholat, sebab aku berpikir, dengan ngopi aku sama dengan ibadah, karena
ketika ngopi, aku tidak zinah, maling, mabuk dan lain-lainnya yang diharamkan
oleh Allah.
Aktivitas ketiga yang dapat dilakukan adalah membantu
sesama muslim. Pada bagian ini, secara eksplisit al-Ghazali mengatakannya
dengan ibadah berjenis sosial. Inilah yang membedakan aktivitas ketiga dan
kedua, sebab aktivitas kedua, lebih cenderung kepada ibadah individual.
Hal ini, bukan saja bentuk pengabdian kepada Allah,
melainkan bentuk dari adanya keterikatan antara satu muslim dengan muslim
lainnya sebagai makhluk sosial. Aktvitas ketiga adalah aktivitas yang paling
sering aku lakukan selama empat bulan ini, sebab pekerjaan ku sebagai guru, dan
pekerjaan ini tentu saja berjenis sosial, sebab aku membantu murid ku untuk
mengenal dan mendekati Allah.
Terakhir, atau aktivitas keempat yang dapat dilakukan
oleh seorang muslim adalah bekerja, baik untuk mencukupi kebutuhan pribadi
maupun keluarga. Tentu saja perlu dipahami bahwa bekerja disini adalah mencari
nafkah atau uang dengan cara yang diperbolehkan oleh agama, artinya bukan
melalui jalan haram, sebab apabila seseorang mencari nafkah haram, dan nafkah
tersebut dibelikan suatu asupan yang dimasukkan ke dalam tubuh, maka akan
menganggu aktivitas jiwa untuk mengecap kenikmatan beribadah kepada Allah, bahkan
lebih jauhnya, seseorang yang biasa memakan harta haram cenderung enggan
beribadah kepada Allah.
Inilah keempat aktivitas yang dianjurkan oleh al-Ghazali
bagi seorang muslim. Aku akan mempertegas kembali bahwa seorang muslim yang
berkelakuan buruk pada dasarnya bingung hendak melakukan aktivitas apa, dan
lebih jauh lagi, biasanya orang yang berbuat hal tak berguna adalah orang yang
nganggur. Maka, agar tidak menganggur, maka ikutilah olehmu arahan dari
al-Ghazali yang telah ku uraikan diatas.
Al-Ghazali menambahkan hal menarik yang berkenaan dengan
ini, yakni adanya pembagian jenis orang beragam berdasarkan aktivitasnya ke
dalam tiga jenis. Pertama orang yang beruntung, yakni orang yang dengan
kepasrahan total melaksanakan kewajiban dan menjauhi keharaman. Kedua, orang
yang selamat, yakni orang yang takut akan hukum-hukum Allah. Ketiga, orang yang
merugi, yakni orang yang melanggar ketentuan-ketentuan Allah.
Pembagian itu bagiku sangat menarik, sebab ada sedikit
perbedaan dari orang beragam pada jenis pertama dan kedua. Jenis pertama adalah
para sufi atau wali Allah yang memang sudah memiliki kepasrahan total,
singkatnya, mereka ibadah bukan karena mengharap surga, dan tidak bermaksiat
bukan karena takut neraka.
Sedangkan jenis kedua, mereka beribadah masih karena
mengharap surga dan tidak bermaksiat karena takut neraka. Bagi al-Ghazali,
kedua hal ini baik, yang tidak baik adalah jenis ketiga, karena itu, al-Ghazali
menyarankan kepada kita, apabila tidak bisa menjadi jenis pertama, jadilah
jenis kedua.
Demikian tulisan ini dibuat, sebagaimana yang telah aku
uraikan diatas, bahwa pangkal atau akar dari aktivitas buruk adalah kebingungan
untuk menjalankan aktivitas, maka diperlukan suatu arahan untuk memperjelas hal
yang dapat dilakukan, terkait itu, sudah dijelaskan diatas, dimana al-Ghazali
menyarankan empat hal, yakni menuntut ilmu, beribadah, bekerja, dan membantu
orang lain.
Aku menyebut hal ini dengan aktivitas yang realistis,
sebab pengalaman hidup ku juga demikian, aku sering sekali merasa kebingungan
hendak menjalankan aktivitas apa, karena itu terkadang aku melakukan aktivitas
yang kurang baik, hingga banyak waktu ku yang terbuang sia-sia.
Namun setelah bertemu dengan al-Ghazali, aku pikir empat
hal diatas tidak hanya memperjelas aktivitasku, namun lebih dari itu, adalah
usaha untuk merawat iman, sebab iman itu dinamis, nah agar iman ini tetap
cenderung kepada kebaikan sebagaimana fitrah manusia, maka diperlukan aktivitas
yang jelas, dan empat hal tadi adalah jawabannya. Secara umum keempat hal tadi
harus diniatkan untuk beribadah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar