Minggu, 14 Mei 2023

Kupinang Kau dengan Filsafat: Mabuk Positivisme (BAG I)

 

‘Puas kau curangi aku ? bagaimana dengan aku ? terlanjur mencintaimu !, yang datang beri harapan, lalu pergi dan menghilang’, tiba-tiba listrik mati dan menghentikan lagu sial Mahalini yang di dengar oleh Comte, tak berselang lama, Comte kemudian menangis sambil menyeka air mata dia berkata:

“Jika saya membenarkan bahwa satu-satunya kebenaran bukan hanya yang terindera, niscaya Mahalini tidak akan menjatuhkan banyak air mata, duhai betapa bodohnya orang-orang yang memaknai lagu ini dengan membatasi konteksnya hanya pada kekasih, padahal yang datang dan menghilang tidak hanya itu, harta, jabatan dan kesenangan dunia lainnya pun demikian”.

Ketika air matanya kering, Comte terbangun kemudian menyadari bahwa ternyata, banyak orang yang telah terpengaruh olehnya, pada saat itu pula dia meminta izin kepada entah siapa, untuk keluar rumah hanya sekedar merevisi tesis dan karya-karyanya, namun permohonan itu ditolak.

Tesisnya itu kemudian terus menjadi bahan diskusi yang menarik perhatian para sarjana, termasuk para ekonom, tesis Comte berkembang menjadi sebuah aliran konsumtivisme yang secara tidak disadari tengah dianut oleh kebanyakan masyarakat pada masa kini, hal ini disampaikan oleh Rostow dan Baudrillard. Bahkan, lebih jauh Baudrillard menilai bahwa, orang-orang yang membenarkan bahwa satu-satunya kebenaran adalah sesuatu yang terindera, adalah orang-orang bodoh, orang-orang semacam ini, kata Baudrillard, mungkin saja tidak pernah paham konsep mengenai angka.

Seiring berjalannya waktu, tesis Comte itu dipergunakan oleh elit politik internasional untuk menghancurkan sebuah peradaban luhur, dengan memasuki ruang-ruang kehidupan yang real, yang terindera, hingga pada tataran tertentu dapat melalaikan manusia dari mengenal dirinya sendiri, padahal, ada seorang pemikir barat -yang beragama islam- bernama Ibn Thufayl yang mengatakan:

“Agar dapat menjalani hidup dengan benar, seseorang harus mengetahui bagaimana ‘wujud’nya diciptakan, dan posisinya di alam semesta”.

Comte kembali menangis ketika melihat seorang gadis bernama Analisa yang sedang asyik membaca karya-karyanya, setelah menghabiskan beberapa buku, Analisa sampai pada sebuah kesimpulan, ia berkata:

“Jika memang demikian, ini juga berarti, kebahagiaan yang hakiki hanya terdapat pada hal-hal inderawi, baiklah saya akan mengamalkannya, hitung-hitung untuk membuktikan teori ini, apabila benar, saya akan mempromosikannya pada seluruh alam semesta, termasuk pada rumput yang bergoyang dan semut yang selalu menjaga tradisi bersalaman”.

Setelah itu, Analisa pergi ke restoran mewah dan memesan menu utama, setelah kekenyangan, ia melirik ke kiri dan ke kanan, ternyata disana terdapat restoran megah, akhirnya ia memutuskan untuk membeli makan kembali dan memesan menu utamanya, namun naas ia malah muntah dan merasakan pusing yang sangat hebat, dalam hati ia berkata:

“Makan di restoran mewah memang membuat saya senang, tapi ternyata ini terbatas dan sementara”.

Nampaknya Analisa adalah gadis bermental baja, rasa penasarannya bak anak kecil, keingintahuannya sangat besar, hingga kejadian serupa kembali terulang saat ia hendak berjalan-jalan naik gunung, saat berada di puncak gunung A, ia melihat puncak gunung B, saat itu pula ia memutuskan untuk segera turun dan menaiki gunung B, saat naik ke gunung b, naas ia pingsan karena kelelahan, dalam hati ia berkata:

“Berada di satu puncak gunung ternyata tidak membuatku puas, namun apalah daya fisik ku yang terbatas”.

Karena penasaran terhadap teori Comte, Analisa melanjutkan petualangan intelektualnya, untuk membuktikan bahwa kebahagiaan hakiki hanya dapat diperoleh melalui hal-hal inderawi, dan bahwa Comte itu benar, serta positivisme adalah kebenaran mutlak. Analisa kemudian mencoba kesenangan inderawi lainnya, ia menggunakan narkoba, obat-obatan terlarang, mabuk-mabukan, berzinah, berjudi dan jenis aktifitas kebahagiaan inderawi lainnya, namun semuanya tetap berakhir atas nama penyesalan, hal ini, tak lain sebab ke-sementaraan dan keterbatasan adalah sifat utama yang melekat pada objek-objek inderawi.

Atas hal tersebut, Analisa akhirnya dilarikan ke rumah sakit jiwa karena sering mengigau seraya berkata:

“TEOLOGIS, METAFISIK, SAINTIFIK” dengan suara yang sangat keras.

Pada saat di rumah sakit jiwa, Analisa ditemani oleh seorang perawat yang selalu menyediakan air minum sebab ketak-hentian Analisa untuk terus mengulang tiga kata tersebut, perawat itu bernama Hypatia, ia adalah perawat baru.

Rumah sakit jiwa itu berada disebelah Sekolah Tinggi Pemikiran Islam (STPI), kamar Analisa yang hanya terhalang tembok, berjarak 10 meter dari auditorium kampus tersebut, sehingga pada suatu hari Hypatia merasa jengkel

“Ngomongin apaan sih itu ? ga ada manfaat praktisnya ! hidup mah yang saintifik-saintifik aja !”

Mendengar kalimat tersebut, Analisa kemudian diam dan langsung melihat Hypatia dengan tatapan kosong, Hypatia kebingungan hingga langsung memanggil dokter.

“Apa kalimat terakhir yang kau ucapkan Hypatia ?” tanya dokter

“Saya mengatakan, hidup mah yang saintifik-saintifik aja”

“Kenapa kau mengatakan hal tersebut ?”

“Sebab saya merasa terganggu dan muak dengan seseorang yang tengah menyampaikan kuliah di Sekolah Tinggi Pemikiran Islam itu !” jawab tegas dari Hypatia.

Dokter yang kebingungan kemudian diam sejenak, lalu kembali bertanya:

“Apakah ada kata selain itu ? lalu mengapa kau mengeluarkan kata saintifik dari mulutmu ?

Dengan mulut yang agak sinis, Hypatia menjawab:

“Sebab, saya mendengar mereka sedang mengkaji salah satu pemikiran filosof bernama August Comte”

“TEOLOGIS, METAFISIK, SAINTIFIK” Teriak kencang Analisa sembari mengulang-ulang kata tersebut.

Dengan tenang, dokter itu kemudian menatap si perawat, lalu sambil mengangguk dia berkata:

“Saya pikir, orang ini mengalami gangguan mental sebab suatu bacaan, kemungkinan dia membaca pikiran August Comte, saya belum pernah menemukan pasien seperti ini, dan saya tidak tahu apa nama penyakitnya, mungkin, untuk memudahkan, saya akan menamakan penyakit ini sebagai mabuk positivisme”,

Setelah berdialog dengan benaknya sendiri, dokter itu langsung keluar ruangan dan berkata kepada Hypatia

“Jaga gadis ini, saya akan pergi ke sekolah itu untuk menanyakan dosen yang mengisi materi di auditorium dekat kamar ini”,

Dokter ini masih sangat muda, dia bernama Galen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Goodbye Instagram: A Soul's Journey to Allah That Was Paused

    Aku sepenuhnya sudah meyakini kebenaran bahwa hakikat diriku adalah jiwaku. Jiwaku ini yang tidak sempurna berasal dari Allah. Ini ada...