Rabu, 25 Oktober 2023

Surat Untuk Bandung: Perasaan Yang Tertinggal

 

Selasa, 24 Oktober 2023. 15.41

Permisi, apakah aku di izinkan untuk menyampaikan sesuatu ? aku punya pesan untuk Bandung, pesan ini begitu penting. Tolong sampaikan kepada Bandung ya... Oh ya, hampir saja lupa, perkenalkan namaku Ramdhani, aku biasa dipanggil Dhani. Aku hendak meminta bantuanmu melalui surat ini.

Begini, memericikkan kepala dan tangan yang hangus terbakar panasnya Jakarta menuju udara indah nan sejuk di Bandung adalah hal yang istimewa, tak semua dapat merasa. Bukan begitu ? namun, sebelum aku menyampaikan inti dari surat ini secara bicara lebih jauh, bagaimana jika aku mengawalinya dengan berdoa terlebih dahulu ?

“Bismillahi ar-rahman ar-rahim, bismillahi tawakkaltu ‘alallah la hawla wa la quwwata illa billah” Aamiin”

Segera, aku hendak mengatakan satu lirik yang keluar dari mulut Pidi Baiq:

“Dan Bandung, bagiku, bukan cuma urusan wilayah belaka

Lebih jauh dari itu, melibatkan perasaan, yang bersamaku, ketika sunyi”

Aku akan menyanyikannya di setiap sudut Jakarta dan menceritakan bagaimana indahnya Bandung, bagaimana pagi menyambut warga Bandung yang selalu tersenyum, bagaimana malam singgah ke hati para pengunjung Bandung yang disuguhi oksigen surga, serta bagaimana pagi dan malam bekerja sama menahan perasaanku disana ? Tolong, bawa pulang perasaanku yang tertinggal disana, apakah bisa ?, sekali lagi, tolong...

Tak semua dapat jatuh cinta di Bandung, tak semua juga dapat berperasaan di Bandung, tak semua pula dapat merelakan perasaannya tertinggal di Bandung,,, Tapi Bandung memang indah dengan sendirinya, walau tetap memerlukan dirinya untuk menambah keindahan Bandung di kelopak mataku...

Ah, aku hendak bernyanyi lagi....

“Dan Bandung, bagiku bukan cuma urusan geografis,

Lebih jauh dari itu melibatkan perasaan, yang bersamaku ketika sunyi.”

Tentang Bandung yang menghujani tangannya saat melingkar di pinggangku. Erattt, semakin erat, hingga dagunya berada di pundakku. Bagaimana perasaanku bisa pergi dari Bandung ? Jika sering Bandung selalu berkata:

“Alangkah manis gadis ini

Bukan main elok dan ayu

Calon istriku

Matanya berbinar-binar

Alangkah indahnya”

Bandung itu kecil, karena yang besar hanya cintaku padamu. Bandung itu menyebalkan, yang lucu itu ketika kamu usap kepalaku dengan kelembutan. Bandung itu tidak pernah belajar perkurangan, karena Bandung tidak memiliki kekurangan.

Dan terakhir, izinkan aku mengecup Bandung melalui udara yang engkau tarik disana. Bisakah berbagi nafas denganku ? terimakasih apabila bisa. Hati-hati di Bandung. Oh ya, agar berhasil membawa perasaanku yang tertinggal disana, tolong bacakan di dalam hati apabila hendak berpisah dengan Bandung, seperti ini mantaranya:

Puji Tuhan, yang tersenyum ketika menciptakan Pasundan.

Puji Tuhan, perasaan tak terelakan, Tolong izin aku untuk membawakan.

Puji Tuhan, Bandung memang indah, tapi sudah tidak bisa lagi untuk di cintai, berikan cintanya pada-Ku

Bacalah sampai pipimu merah, itu tandanya jika mantra ini sampai kepadaku. Jangan biarkan perasaanmu juga tertahan disana. Akhirnya akan ku tutup surat ini, dengan mengutip kembali lirik dari Pidi Baiq:

“Akan Tetapi, perasaanku, sepenuhnya ada di Bandung,

Yang Bersamaku, ketika rindu”

 

15.57

Senin, 23 Oktober 2023

Ternyata kamu Menyukai Hujan



Deru angin membuatku nyaman mendengkur diatas kasur, aku rasa baru saja mengingat sebuah sesuatu yang amat menyenangkan hati, namun ini berbeda, aku hingga lupa sedang mengingat apa, tak lama angin itu menegurku

“Apakah wanita itu yang membuatmu kembali merinduku ?”

“Aku tak pernah merindumu, aku rindu pada objek lain yang selalu berdampingan bersamamu, walau tak selalu”

“Apa kau merindu hujan ?”

Aku hanya diam ketika sang angin mengatakan hal itu, kini aku baru menemukan lagi, wanita yang menarik perhatianku, namun tak akan pernah lagi aku berikan cinta dan hidupku pada objek-objek fana sialan itu.

Ternyata angin tahu isi kepalaku, dia pergi untuk sementara waktu, yaaa mungkin saja mengadu pada wanita itu…

Minggu, 22 Oktober 2023

Syair Gus Dur

 



Sejak membaca buku novel karangan Aguk Irawan yang berjudul Peci Miring: Kisah Pengembaraan Intelektual Gus Dur, aku mulai sedikit memahami mengapa Gus Dur menjadi sosok kontroversial, hal tersebut tak lain adalah kelanjutan dari isi pikiran-pikiran Gus Dur yang memang mencintai ilmu. Dalam novel tersebut, hampir kita tak pernah dilewatkan pada setiap fase perkembangan Gus Dur kecintaannya terhadap Ilmu. 

Tulisan ini bukan bermaksud mengulas ulang atau bahkan memberikan resensi terhadap buku Aguk Irawan itu, melainkan hanya sedikit memberikan sumbangsih penulisan ulang syairan yang sering dikenal sebagai syairan Gus Dur, karena itu pula aku memberikan judul Syairan Gus Dur. Sungguh, pertama aku tak merasa apapun ketika membaca syairan ini, akan tetapi, setelah aku melihat terjemahan bahasa Indonesianya, merinding dan bergetar jiwa ku. Karena itu, aku ingin sekali memperkenalkannya kepada teman-teman yang mungkin belum mengenal syairan ini. Berikut syairnya:

 

Astaghfirullah Robbal Baroya

Astaghfirullah Minal Khotoya

Robbi Ziidni ‘Ilman Naafi’a

Wa Wafiqnii ‘Amalan Shooliha

 

Ya Rasolallah Salamun ‘Alaik

Ya Rofi’asy-Syani Waddaroji

‘Athfatan Ya Jirotal ‘Alami

Ya Uhailal Judi Wal Karomi 2x

 

Ngawiti Ingsun Ngalaras Syi’iran

Kelawan Muji Maring Pengeran

Kang Paring Rohmat Lan Kenikmatan

Rino Wengina Tanpo Pitungan 2x

 

Duh Bolo Konci Priyo Wanito

Ojo Mung Ngaji Syare’at Bloko

Gur Pinter Dongeng Nulis Lan Moco

Tembe Mburine Bakal Sangsoro 2x

 

Akeh Kang Apal Qur’an Haditse

Seneng Ngafirke Marang Liyane

Kafire Dewe Dak Digatekke

Yen Isih Kotor Ati Akale 2x

 

Gampang Kabujuk Nafsu Angkoro

Ing Pepaese Gebyare Donyo

Iri Lan Meri Sugihe Tonggo

Mulo Atine Peteng Lan Nisto 2x

 

Ayo Sedulur Jo Nglaleake

Wajibe Ngaji Sa’pranatane

Nggo Ngandelake Iman Tauhide

Baguse Sangu Mulyo Matine 2

 

Kang Aran Sholeh Bagus Atine

Kerono Mapan Seri Ngelmune

Laku Thoriqot Lan Ma’rifate

Ugo Haqiqot Manjing Rasane 2x

 

Al Qur’an Qodim Wahyu Minulyo

Tanpo Tinulis Iso Diwoco

Iku Wejangan Guru Waskito

Den Tancep Ake Ing Jero Dodo

 

Kumantil Ati Lan Pikiran

Mrasuk Ing Badan Kabeh Jeroan

Mukizat Rosul Dadi Pedoman

Minogko Dalan Manjinge Iman 2x

 

Kelawan Allah Kang Moho Suci

Kudu Rangkulan Rino Lan Wengi

Ditirakati Diriyadhai

Dzikir Lan Suluk Jo Nganti Lali

 

Uripe Ayem Rumongso Aman

Dununge Roso Tondo Yen Iman

Sabar Narimo Nadjan Pas-Pasan

Kabeh Tinakdir Saking Pengeran 2x

 

Kelawan Konci Dulur Lan Tonggo

Kang Podo Rukun Ojo Dursilo

Iku Sunae Rosul Kang Mulyo

Nabi Muhammad Panutan Kito

 

Ayo Nglakoni Sekabehane

Allah Kang Bakal Ngangkat Drajate

Senajan Asor Toto Dzohire

Ananging Mulyo Maqom Drajate 2x

 

Lamun Palastro Ing Pungkasane

Ora Kesasar Roh Lan Sukmane

Den Gadang Allah Swargo Manggone

Utuh Mayite Ugo Ulese 2x

 

Ya Rosulallah Salamun ‘Alaik

Ya Rofi’asy-Syani Waddaroji

‘Athfatan Ya Jirotal ‘Alami

Ya Uhailal Judi Wal Karomi

Kontekstualisasi Spirit Islam Ideologis dalam Fatwa Jihad Nahdlatul Ulama pada 22 Oktober 1945 Untuk Umat Islam Indonesia Masa Depan

 



“Penulisan Kembali sejarah Indonesia secara jujur harus memuat penuturan dengan penuh penghargaan kepada kaum santri di bawah pimpinan para kiyai itu.” (Madjid, 2008)

Demikian pernyataan Nurcholis Madjid dalam muqaddimah bukunya ‘Islam Doktrin dan Peradaban’. Hal demikian dikatakan oleh Nurcholis berkaitan dengan peran para kiyai dan para santri dalam melawan penjajah dengan membawa spirit Islam.

Tulisan ini dibuat untuk mengenang dan menangkap spirit sebuah sejarah gerakan Islam ideologis yang dilakukan oleh organisasi Islam yang -banyak dikatakan sangat- besar di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama. Spirit tersebut kemudian akan dibaca dan di jadikan sebagai wacana konseptual untuk umat Islam di masa depan.

Sebelum beranjak ke pembahasan lebih lanjut, Sekedar informasi saja, dikatakan oleh Aguk Irawan dalam novel biografi KH. Hasyim Asy’ari yang berjudul “Penakluk Badai”, bahwa Nahdlatul Ulama berdiri pada 31 Januari 1926 atau bertepatan dengan 16 Rajab 1344 H. Kemudian, agaknya perlu dikemukakan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan Islam ideologis. Pengertian Islam Ideologis menurut Amin Abdullah, seorang guru besar filsafat Islam di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta- mengatakan dalam studi Islam Kontemporer, adalah M. Abu-Rabi, seorang intelektual muslim asal Palestina, mengatakan bahwa mengkaji Islam pada era modern dapat dilakuakan dengan empat perspektif, salah satunya adalah perspektif ideologis. Menurutnya, Islam dapat digunakan sebagai gerakan yang dapat mengajak ke arah kemajuan, tetapi dapat juga digunakan sebagai alat penunjang status quo sebuah rezim. Artinya, Islam atau Muslim sebagai komunitas pemeluk agama telah dimaknai lebih dari satu definisi saja. (Abdullah, 2021)

Atas pengertian tersebut, tentu saja kita bisa memberikan asumsi -jika terlalu jauh dikatakan sebagai kesimpulan atau penilaian- bahwa Nahdlatul Ulama, selain merupakan sebuah organisasi intelektual Islam di Indonesia, sekaligus juga merupakan organisasi yang memaknai Islam sebagai sebuah Ideologis, dengan bukti bahwa atas dikeluarkannya fatwa Jihad yang dikeluarkan oleh Nahdlatul Ulama pada 22 Oktober 1945, adalah Bung Tomo, yang kemudian melanjutkan spirit tersebut dengan menyampaikan sebuah orasi perjuangan. (MN, 2020)

Berdasarkan uraian tersebut, agaknya sekarang kita telah mengetahui bahwa ada sebuah spirit Islam yang dibawakan oleh Nahdlatul Ulama melalui fatwa jihadnya. Sekarang, kita akan meresapi spirit tersebut untuk konteks Umat Islam Indonesia pada hari ini. Namun sebelum itu, agaknya tetap diperlukan sebuah gambaran ringkas mengenai hubungan antara fatwa jihad dengan orasi Bung Tomo yang kemudian membangkitkan semangat para arek-arek suroboyo. Marilah kita mulai dengan menulis ulang resolusi tersebut dengan mengacu kepada teks asli yang dilampirkan oleh Aguk Irawan dalam novel biografi KH. Hasyim Asy’ari. (MN, 2020)

Resolusi N.U Tentang

Djihadfi Sabilillah

BISMILLAHIRRACHMANIR ROCHIM

Resolusi:

Rapat besar wakil-wakil daerah (konsul 2) perhimpunan NAHDLATOEL OELAMA seluruh djawa-madura pada tanggal 21-22 oktober 1945 di SURABAJA

Mendengar:

Bahwa di tiap-tiap daerah di seluruh Djawa-Madura ternyata betapa besarnya hasrat umat Islam dan alim oelama di tempatnya masing-masing untuk mempertahankan dan menegakkan agama, KEDAULATAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MERDEKA.

Menimbang:

a.       bahwa untuk mempertahankan dan menegakkan Negara Republik Indonesia menurut hukum Agama Islam, termasuk sebagai satu kewadjiban bagi tiap 2 orang islam.

b.      bahwa di Indonesia ini warga negaranya adalah sebagaian besar terdiri dari umat islam

Mengingat:

a.       bahwa oleh pihak belanda (NICA) dan djepang yang datang dan berada di sini telah banyak sekali didjalankan kedjahatan dan kekedjaman jang mengganggu ketenteraman umum.

b.      bahwa semua jang dilakukan oleh mereka itu dengan maksud melanggar kedaulatan negara republik indonesia dan agama, dan ingin kembali mendjdjah di sini maka di beberapa tempat telah terdjadi pertempuran jang mengorbankan beberapa banyak diwa manusia.

c.       bahwa pertempuran 2 itu sebagian besar telah dilakukan oleh umat islam jang merasa wadjid menurut hukum agamanya untuk mempertahankan kemerdekaan negara da agamanya.

d.      bahwa di dalam menghadapi sekalian kedjadian 2 itu perlu mendapat perintah dan tuntunan jang njata dari pemerintah republik indonesia jang sesuai dengan kedjadian-kedjadian tersebut.

Memutuskan

1.      memohon dengan sangat kepada pemerintah republik indonesia supaja menentukan suatu sikap dan tindakan jang njata serta sebadan terhadap usaha-usaha jang akan membahajakan kemerdekaan dan agama dan negara indonesia, terutama terhadap pihak belanda dan kaki-tangannya.

2.      suapaja memerintah melandjutkan perdjuangan bersifat “sabilillah” untuk tegaknya negara republik indonesia merdeka dan agama islam

Surabaja, 22-10-1945

H.B. NAHDLATOEL OELAMA

 

Diceritakan oleh Aguk bahwa setelah resolusi itu dikeluarkan kemudian menyebar, lalu pada tanggal 27 oktober terjadilah perang pertama antara pribumi dengan Inggris. Mula-mula peperangan itu hanya perang kecil saja, tapi lama-kelamaan perang itu menjadi besar, akan tetapi segera di redakan dengan ditandanganinya surat gencatan senjata oleh Presiden Soekarno dan Jenderal D.C. Hawthorn pada 29 Oktober 1945. (MN, 2020)

Walau demikian, perang terus saja terjadi, dan mencapai puncaknya pada kematian seorang jenderal Inggris bernama Mallaby (cari tahu siapa). Hal tersebut membuat Inggris marah, kemudian memerintahkan mayor jenderal eric carden robert mansergh untuk mengeluarkan ultimatum yang berisikan perintah bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas kepala. Batas ultimatum tersebut adalah pada tanggal 10 november 1945. Akan tetapi, ultimatum tersebut ditolak oleh para pejuang Indonesia. (MN, 2020)

Penolakan tersebut langsung dibayar dengan harga mahal oleh masyarakat Indonesia setelah pada pagi hari yang masih sejuk, tentara Inggris menyerang Indonesia menggunakan bom yang dilontarkan dari udara dan penggerakan 30.000 infanteri. Aguk mengklaim bahwa dengan demikian, Inggris beranggapan bahwa pribumi akan kalah telak karena ketidaksiapan dalam posisi bertempur. (MN, 2020)

Hal itu terbantahkan dengan adanya orasi yang sangat menggetarkan jiwa yang disampaikan oleh Bung Tomo setelah sampai kepadanya isi dari resolusi jihad dari nahdlatul ulama sebagaimana aku tuliskan diatas. Kemudian Bung Tomo memulai orasinya: (MN, 2020)

Bismillahirrahmanirrahim

MERDEKA ! ! !

Saudara-saudara rakyat jelata di seluruh Indonesia, terutama saudara-saudara penduduk kota surabaya, kita semuanya telah mengetahui bahwa, hari ini tentara Inggris telah menyebarkan pamflet-pamflet yang memberikan suatu ancaman kepada kita semua.

Kita diwajibkan, untuk dalam waktu yang mereka tentukan, menyerahkan senjata-senjata yang telah kita rebut dari tangannya tentara Jepang. Mereka telah minta supaya kita datang pada mereka itu dengan mengangkat tangan. Mereka telah minta supaya kita semua datang pada mereka itu dengan membawa bendera putih, tanda bahwa kita menyerah kepada mereka.

Saudara-saudara, di dalam pertempuran-pertempuran yang lampau kita sekalian telah menunjukkan bahwa rakyat Indonesia di Surabaya -pemuda-pemuda yang berasal dari Maluku, pemuda-pemuda yang berasal dari Sulawesi, pemuda-pemuda yang berasal dari Pulau Bali, pemuda-pemuda yang berasal dari Kalimantan, pemuda-pemuda dari seluruh Sumatera, pemuda Aceh, pemuda Tapanuli, dan seluruh pemuda Indonesia yang ada di Surabaya ini- di dalam pasukan-pasukan mereka masing-masing, beserta pasukan-pasukan rakyat yang dibentuk di kampung-kampung, telah menunjukkan satu pertahanan yang tidak bisa dijebol dan telah menunjukkan satu kekuatan, sehingga pihah lawan terjepit dimana-mana.

Hanya karena taktik yang licik dari mereka itu, Saudara-saudara, dengan mendatangkan presiden dan pemimpin-pemimpin lainnya ke Surabaya ini, maka kita tunduk untuk memberhentikan pertempuran, tetapi pada masa itu mereka telah memperkuat diri, Dan setelah kuat, sekarang inilah kepadanya.

Saudara-saudara ! Kita semuanya, kita bangsa Indonesia yang ada di Surabaya ini akan menerima tantangan tentara Inggris dan kalau pimpinan tentara Inggris yang ada di Surabaya ingin mendengarkan jawaban rakyat Indonesia, ingin mendengarkan jawaban seluruh pemuda Indonesia yang ada di Surabaya ini, maka dengarkanlah ini tentara Inggris ! Ini jawaban kita, ini jawaban rakyat Surabaya, ini jawaban pemuda Indonesia kepada kau sekalian.

Hai tentara Inggris ! kau menghendaki bahwa kita ini akan membawa bendera putih untuk takluk kepadamu, kau menyuruh kita mengangkat tangan datang kepadamu

Kau menyuruh kita membawa senjata-senjata yang telah kita rampas dari tentara Jepang untuk diserahkan kepadamu. Tuntutan itu walaupun kita tahu bahwa kau sekali lagi akan mengancam kita untuk menggempur kita dengan kekuatan yang ada tetapi inilah jawaban kita.

Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah yang dapat membikin secarik kain merah dan putih, maka selama itu tidak akan kita menyerah kepada siapa pun juga.

Saudara-saudara rakyat Surabaya, bersiaplah ! keadaan genting ! Tetapi saya peringatkan sekali lagi, jangan mulai menembak, baru kalau kita ditembak, maka kita akan ganti menyerang mereka. Kita tunjukkan bahwa kita ini adalah benar-benar orang yang ingin merdeka.

Dan untuk kita, Saudara-saudara, lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan kita tetap: merdeka atau mati !.

Dan kita yakin, saudara-sudara, pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita, sebab Allah selalu berada di pihak yang benar.

Percayalah, saudara-saudara, Tuhan akan melindungi kita sekalian ...

Allahu akbar! Allahu akbar! Allahu akbar!

MERDEKA!!!

Mengenai bagaimana perang dan berapa korban yang ada di kedua belah pihak tentu diluar tujuan penulisan ini. Yang perlu diketahui adalah, bahwa spirit Islam yang dibawa oleh Bung Tomo melalui kalimat takbir tersebut merupakan kelanjutan dari spirit para ulama Nahdlatul Ulama yang mengeluarkan fatwa Jihad. (MN, 2020)

Adapun bila anda bertanya apa landasan perang melawan penjajah itu bernilai jihad fi sabilillah, tentu aku tak mampu menjawabnya, sebab Aguk sendiri tidak menginformasikannya. Aguk hanya mengatakan bahwa fatwa tersebut dikeluarkan setelah para kiyai dari kalangan Nahdlatul Ulama berkumpul, kesimpulan dari perkumpulan tersebut, Kiyai Hasyim mengatakan “statusnya sah secara fikih. Karena itu, umat Islam wajib berjihad untuk mempertahankannya. (MN, 2020)

Sekarang, marilah kita lanjutkan tulisan ini dengan meresapi kejadian-kejadian yang sudah diuraikan diatas. Paling tidak, menurutku ada dua spirit yang mestinya dapat kita resapi, pertama spirit konteks dan spirit kontekstual. Adapun yang pertama, apabila kita melihat konteksnya pada saat itu, tentu saja berperang secara langsung dengan jiwa yang membara dan gagah berani merupakan pilihan yang tepat, namun, apakah ini masih bisa dimaknai sebagaimana demikian ? jawabannya tentu saja tidak.

Akan tetapi, jiwa membara dalam melawan kedzoliman tetap harus dimiliki, dihayati, juga diteruskan untuk spirit kontektualnya. Karena itu, untuk memahami sprit kedua, yakni spirit kontekstual, kita terlebih dahulu harus mengetahui kondisi Islam di Indonesia hari ini, dilihat dari spirit Islam sebagai ideologi yang menggerakkan.

Sebelumnya, aku hendak berkata “berilah aku wajan yang sangat jernih nan besar, sebesar istana raja Najasyi, niscaya akan ku penuhi wajan itu dengan air mataku”. Aku, tentu saja tidak dapat menilai secara keseluruhan atas apa yang terjadi pada Islam di Indonesia hari ini. Namun aku melihat, bagaimana adanya sebuah lorong pemisah antara kiyai, santri dan masyarakat di Indonesia.

Aku adalah seorang guru Pendidikan Agama Islam di SMK Kebangsaan, salah satu sekolah kejuruan yang ada di Pondok Aren, Tangerang Selatan. Sebagai seorang guru, tentu saja aku harus memahami karakter murid-muridku, dan aku melihat ketidakutuhan Islam yang ada pada mereka, ketidakutuhan itu tergambar tentu saja tidak kepada seluruh murid walaupun jika dipersentasekan, jumlahnya dapat mencapai 85-95 % murid yang jauh keindahan dan keelokan Islam.

Spirit yang harus ditangkap dalam konteks ini adalah bagaimana seorang muslim memahami bahwa Islam tidak hanya sebuah agama teosentris, melainkan juga sebuah agama antroposentris -yang juga sekaligus- kosmosentris. Artinya, menjadi muslim tidak hanya melakukan ibadah semata yang dipahami sebagai ibadah individual, personal, yang kemudian melahirkan kesalehan individual, personal. Gambaran ketidakutuhan tersebut mungkin saja terjadi akibat ketidaktahuan terhadap sejarah, atau mungkin saja terjadi akibat kehampaan sejarah yang di ajarkan. Sebab selama ini, sejarah seringkali di ajarkan hanya untuk diketahui sebagai aktivitas intelektual, bukan sebagai aktivitas mental. Karena bagiku, sejarah harus juga dipahami sebagai aktivitas mental yang melatih emosi, oleh sebab itu, fatwa jihad dan keterhubungannya dengan peperangan Surabaya melalui orasi Bung Tomo, haruslah juga dapat dirasakan secara emotif.

Pembelajaran emosi melalui pelajaran sejarah fatwa jihad tersebut agaknya menarik apabila diterapkan di SMK Kebangsaan. Aku mengatakannya menarik sebab aku memiliki visi menerapkan Islam Egalitarianis di SMK Kebangsaan. Untuk alasan penerapan Islam Egalitarianis mungkin anda dapat membaca artikel yang telah ku tulis sebelum ini yang berjudul “Jabatan Elit, Akhlak Sulit: Prospek Integrasi Islam Egalitarianis di SMK Kebangsaan”.

Masalah yang terjadi di SMK Kebangsaan adalah kemerosotan moral, disana, mungkin saja anda akan menyangka bahwa yang menjadi objek kemerosotan moral adalah para murid. Hal ini tentu saja aku dapat menilainya dengan salah mutlak, sebab kenyataannya, bahkan kepala sekolah sekalipun mengalami kemerosotan tersebut.

Kini kita telah mengetahui konteks Islam di Indonesia yang aku maksudkan. Sekarang kita akan meresapi sejarah tersebut melalui spirit kedua, yakni spirit kontektual. Aku akan memulainya dengan sebuah pertanyaan “apakah cukup kita menangkap spirit tersebut dengan menghayati dan merasakan secara emotif jiwa-jiwa membara yang melekat pada para pejuang tersebut ?” jawabannya juga tentu saja tidak, sebab hal tersebut hanya akan membuat seorang muslim bernostalgia dengan sejarah, dan hal ini, jika kita merujuk pada Nurcholis Madjid dalam karyanya Islam Kemodernan dan keindonesiaan, hanya akan mendatangkan kejumudan bagi seorang muslim. (Madjid, Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan, 2013)

Dikarenakan bernostalgia hanya hanya mendatangkan kejumudan, maka kita harus menangkap makna lain dari sejarah tersebut, makna lain yang aku tawarkan, dalam konteks SMK Kebangsaan, adalah kebangkitan akhlak mulia, melalui salah satu nilai akhlak penting yang diutarakan oleh Quraish Shihab, yakni kemuliaan dan harga diri manusia. (Shihab, 2022)

Seluruh manusia memiliki kemuliaan dan kehormatan, terlebih yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa kemuliaan dan harga diri tersebut diberikan langsung oleh Allah SWT( Q.S. al-Isra ayat 70). (Shihab, 2022) Kemudian, masih berkaitan dengan kemuliannya, al-Qur’an juga menjelaskan bahwa derajat makhluk lain diturunkan untuk menyongsong kemuliaan manusia tersebut (Q.S. Al-Jatsiyah ayat 13), kemuliaan tersebut tak lain adalah dijadikannya manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi (Q.S. al-Baqarah ayat 30). (Madjid, Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan, 2013)

Pada saat itu, hal yang melatar belakangi persatuan umat Islam di Indonesia adalah karena merasakan adanya ketidakamanan dalam hidup dengan adanya penjajahan yang dilakukan oleh Belanda dan kemudian dilanjutkan oleh Jepang. Atas dasar itulah, dibentuk suatu organisasi yang mempersatukan organisasi-organisasi yang sudah ada, organisasi ini bernama Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI). (MN, 2020)

Kemerosotan moral yang terjadi di SMK Kebangsaan ini, berkaitan dengan ketiadaan akhlak atau sopan santun kepada sesama manusia, memarahi orang lain di depan khalayak sebagaimana dilakukan oleh kepala sekolah, atau murid yang asbun pada saat guru sedang menerangkan, adalah bentuk kemerosotan moral yang terjadi di Kebangsaan.

Orang-orang pelaku kemerosotan moral ini, baik pada objek satuan pendidikan SMK Kebangsaan, maupun muslim di Indonesia, kiranya dapat teratasi dengan memberikan pembelajaran sejarah fatwa jihad ini, dengan harapan hati atau jiwanya akan tersentuh, sehingga muncul darinya akhlak untuk menghargai atau menghormati sesama manusia.

Kemerosotan moral tentu saja bukan hanya menjadi bagian masalah di SMK Kebangsaan, melainkan juga masalah muslim di Indonesia, hal ini juga dapat dilacak dengan memperhatikan generasi muda yang sering mengeluarkan kata-kata najis dan kotor dari mulutnya, yang hari-hari ini dinilai biasa, bahkan lumrah.

Karena itu, singkatnya, meresapi sejarah fatwa jihad dengan kontekstual berarti menanamkan akhlak pada diri seorang muslim, yang dalam hal ini adalah sikap menghormati dan menghargai sesama manusia. Bagaimana mungkin kita dapat saling menjatuhkan harga diri manusia, ketika kita mengetahui bahwa para pendahulu kita mempersatukan jiwa raganya untuk menjatuhkan orang-orang yang menyakiti kita ? apakah ada sesuatu di dalam hati anda yang mengakibatkan anda menjadi orang yang merosot moralnya ? apakah anda tidak dapat menghayati atau minimal merasakan bagaimana jika anda yang hidup pada masa penjajahan tersebut kemudian ditelantarkan bahkan dijatuhkan kemanusiaannya ? inilah kiranya point penting yang hendak aku sampaikan, kita hanya dapat bersatu apabila kita saling menghargai dan saling menghormati, kita jangan sampai lupa bahwa kebebasan kita dalam hidup saat ini adalah hasil dari ratusan kilo darah yang ditumpahkan oleh para pendahulu.

Kita tidak perlu lagi berperang, yang perlu kita lakukan adalah saling menghargai dan saling menghormati, inilah yang aku sebut dengan spirit kontekstual. Ini, tentu saja bukan satu-satunya spirit yang harus diresapi, masih banyak spirit yang harus diresapi, namun, agaknya kita harus mulai membenahi masalah kemerosotan moral ini dengan mengajarkan sejarah tidak hanya sebagai aktivitas intelektual, namun lebih jauh dan dalam dari itu, kita harus mengajarkan sejarah sebagai aktivitas mental, yang darisana akan lahir emosi positif, kemudian tumbuh nan besar menjadi akhlak mulia.

 

Referensi

Abdullah, M. A. (2021). Multidisiplin, Interdisiplin, & Transdisiplin: Metode Studi Agama dan Studi Islam di Era Kontemporer. Yogyakarta: IB Pustaka.

Madjid, N. (2008). Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Paramadina.

Madjid, N. (2013). Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan. Bandung: Penerbit Mizan.

MN, A. I. (2020). Penakluk Badai: Novel Biografi KH. Hasyim Asy'ari. Jakarta: Republika Penerbit.

Shihab, M. Q. (2022). Yang Hilang Dari Kita: Akhlak. Tangerang Selatan: Lentera Hati.

 

 

Minggu, 15 Oktober 2023

Simposium Cinta: Dari Hellenis Sampai Islam

 

Pemikiran Cinta filosof-filosof Yunani

Seorang Yunani berkata kepada seorang muslim “apa yang kamu pikirkan tentang cinta ?” “saat kau berkata ‘cinta’, benakku melukiskan Tuhan” jawab seorang muslim. Skema pemikiran islam tentu saja dipengaruhi oleh skema pemikiran Yunani, pada abad 424 SM orang-orang Yunani telah mendiskusikan cinta, agaknya dari sekian banyak filsuf yang mengutarakan pemikirannya, Diotima merupakan filosof yang menaruh perhatian besar terhadap pembahasan cinta.

Diskusi mereka (orang Yunani) mengenai cinta kemudian ditulis dan dibukukan oleh Plato, judul bukunya adalah Simposium: Hakikat Eros, Cinta dan Manusia. Dalam diskusi tersebut, tentu saja tidak hanya Diotima yang menghadirnya, nama-nama lain seperti Apollodarus[1], Aristodemus[2], Eryximachus[3], Pausanias[4], Aristhopanes[5], Socrates[6], Agathon, dan Plato[7] itu sendiri. Seluruh orang yang hadir tersebut kemudian memberikan pandangannya mengenai tema diskusi dengan pandangan dunianya sendiri. Namun terlalu panjang untuk mendiskusikan pendapat secara keseluruhan tersebut, disini akan dipaparkan pendapat Eryximachus, Diotima, Socrates dan Plato.

Menurut Eryximachus, setiap makhluk memiliki naturalnya -dalam islam hal ini disebut dengan fitrah, dan kita akan menggunakan kata ‘fitrah’ dalam mendiskusikan pemikiran Eryximachus dalam ringkasan ini- masing-masing, dan konsep tertinggi mengenai fitrah setiap makhluk adalah cinta, dalam dunia kedokteran, cinta merupakan fitrah yang memberikan pengaruh terhadap segala tindakan manusia, namun cinta yang memberikan pengaruh tersebut, juga dipengaruhi oleh setiap pengetahuan manusia mengenai cinta, jika pengetahuan manusia mengenai cinta itu cenderung buruk, seperti persetubuhan, maka tindakan atas cinta yang ditampakkan dalam realitas akan demikian, jenis ini disebut sebagai Eros Vulgar dari Heaven Musly. Ringkasnya, cinta sebagai hal yang fitrah bagi manusia memiliki kekuatan yang lebih unggul dibanding hal fitrah lainnya.[8]

Menurut Diotima, cinta adalah setiap keinginan yang ditujukan untuk hal-hal baik. Cinta dalam pemikiran Diotima dibagi menjadi dua, pertama cinta yang menghantarkan seseorang pada hal-hal materi atau fisik, dalam hal cinta, cinta dalam pembagian pertama ini merupakan cinta yang paling rendah levelnya, karena memiliki objek fisik, objek fisik tersebut kemudian akan hancur oleh waktu, karena itu mencintai hal yang materi adalah bentuk cinta yang paling rendah. Kedua, cinta yang menghantarkan seseorang untuk mencintai eros, dewa cinta itu sendiri, dalam tahap ini seseorang telah benar-benar menggapai makrifat cinta, karena mencintai objek yang tidak fana atau abadi, jika objek yang dicintai adalah abadi, maka cintanya pun akan abadi.

Menurut Socrates, cinta adalah keinginan untuk meraih kebaikan. Dalam mengemukakan pendapatnya, jika diringkas, kira-kira proposisi yang dibangun seperti ini “pada mulanya, manusia memiliki sifat serakah, dimana manusia memiliki keinginan yang sangat banyak, namun dalam menggapai keinginan tersebut, terbesit harapan bahwa yang objek yang diinginkan adalah objek yang akan memberikan kebahagiaan atau kebaikan”.

Menurut Plato, cinta adalah perasaan yang mendorong seseorang pada hal yang bersifat spiritual, seseorang yang sedang dilanda jatuh cinta sudah sepatutnya mengapresiasi diri, karena pada hakikatnya orang yang sedang jatuh cinta adalah orang menuju pada tingkat kesucian. Lebih lanjut, Plato memberikan penjelasan mengenai situasi jatuh cinta dan jalancinta. Adapun situasi jatuh cinta menurut Plato terbagi menjadi dua, pertama subjek melihat kebaikan pada objek, kedua subjek menaruh harapan pada objek. Selanjutnya mengenai jalan cinta, Plato membaginya menjadi tiga bagian, pertama, cinta pada satu objek tertentu, kedua, cinta pada objek yang indah, dan ketiga, cinta pada kebajikan sosial.

Kepentingan dalam Meninjau Dinamika Peralihan Keilmuan: Yunani-Islam

Pendapat dari filosof Yunani kuno tersebut sengaja dikemukakan untuk melihat dinamika peralihan keilmuan dari Yunani menuju islam melalui proses-proses penerjemahan. Pada dasarnya pemikiran intelektual islam tidak terlepas dari dinamika intelektual Yunani kuno dengan Aristoteteles sebagai guru pertamanya. Aristoteles merupakan murid langsung dari Plato, usahanya dalam menjalankan aktivitas filsafat dibuktikan dengan dibangunnya sekolah filsafat bernama Lykeion. Ide pembangunan sekolah tersebut berasal dari gurunya Plato yang mendirikan sekolah bernama Academia.

Pemikir Yunani yang sangat mempengaruhi islam adalah Aristoteteles, berikut akan diuraikan usaha penerjemahan orang-orang Arab dibawah perintah Khalifah Al Ma’mun pada Daulah Abbasiyah, berikut nama-nama dan karya yang diterjemahkan beserta fase-fasenya:

Fase Penerjemahan, dan Percobaan Pengembangan Karya

A.    Bidang Ilmu yang Diterjemahkan

1.    Filsafat

2.    Teologi (dalam intelektual kristen, bukan ilmu kalam atau tauhid)

3.    Logika

4.    Astrologi

5.    Matematika

6.    Astronomi

7.    Kedokteran

8.    Politik

9.    Kimia

10.  Metafora ( semacam cerita/dongeng yang mengandung hikmah atau sindirian )

11.  Meteorologi

12.  Heresiografi

13.  Fisika

14.  Metafisika

15.  Etika

16.  Musik

17.  Hukum

B.    Nama-nama Penerjemah Naskah Klasik

1.    Yahya Al Barmaki

2.    Jibril ibn Bakhtishu

3.    Georgius ibn Jabra’il

4.    ‘Isa ibn Syahlatsa

5.    Harun

6.    Masarjawyh (Masurjuis)

7.    Abdullah ibn Al Muqaffa ( W. 757 M )

8.    Yuhana (Yahya) ibn Masawayh ( W. 806 M )

9.    Ibrahim ( W. 777 M)

10.  Muhammad ibn Ibrahim Al Fazari ( W. 806 M )

11.  Yahya ibn Al Bithriq

12.  Al Hajjaj ib Mathar

13.  Hunain Ibn Ishaq ( 809-873 M )

14.  Ishaq ibn Hunain   ( W. 911 M )

15.  Huabisy

16.  Isa ibn Yahya

17.  Ibn Na’imah Al Himshi ( W. 835 M )

18.  Abu Bisyr Matta ( W. 940 M )

19.  Yahya ibn ‘Adi ( W. 974 M )

20.  Abu ‘Utsman Al Dimasyqi ( W. 900 M )

21.  Abu ‘Ali ibn Zur’a (1008 M )

22.  Al Hasan ibn Suwar

23.  Ibn Al Khammar

24.  Tsabit ibn Qurra

25.  Qustha ibn Luqa

26.  Al-Naubakti

C.   Pengurus Baitul Hikmah di Masa Al Ma’mun

1.    Yahya ibn Masawayh

2.    Al Hajjaj ibn Mathar

3.    Yahya ibn Al Bithriq

4.    Salm

D.   Nama dan Karya Terjemahannya

1.    Abdullah ibn Al Muqaffa

a.    Kalilah Wa Dimnah

b.    Khudai Nameh ( Sejarah Raja-raja Persia )

c.     Ayin Nameh ( Buku tentang Mazda, biografi Anushirwan )

d.    Categories karya Aristoteles

e.    Heurmeneutica karya Aristoteles

f.      Analytica Posteriora karya Aristoteles

2.    Yahya ibn Al Bithriq

a.    De Anima karya Aristoteles

b.    Analytica Prioria karya Aristoteles

c.     Politics karya Aristoteles

d.    Almagest karya Ptolemius ( Kedokteran )

e.    Elements karya Euclid ( Astrologi )

f.      Quadripartius, sebuah karya komentar atas karya Ptolemius, di tulis oleh ‘Umar Farukhan

3.    Hunain ibn Ishaq ( Penerjemahan, Parafrase karya Platon dan Percobaan Pengembangan )

a.    Silogisme Hipotetik,

b.    Etika,

c.     Sofisme,

d.    Parmeinides,

e.    Eraytlus,

f.      Euythdemus,

g.    Timeus,

h.    Negarawan,

i.      Republik,

j.      Hukum

k.     Physiognomoy ( Ilmu Firasat )

l.      Risalah penggerak yang tak Bergerak

m.   Pengantar Logika

n.    Tata Bahasa Yunani

o.    Risalah Tentang Pasang Surut Air Laut

p.    Risalah Tentang Warna

q.    Risalah Tentang Pelangi

r.     Kebenaran Kepercayaan Keagamaan

s.     Kumpulan Tulisan Para Filosof

4.    Ishaq ibn Hunain

a.    Categories

b.    Heurmeneutics

c.     De Generatione et Corruptine

d.    Fisika

e.    Etika

f.      Sofisme

g.    Bagian-magian metafisika

h.    Timaeus

i.      De Plantis

5.    Abu Bisyr Matta ( Penerjemahan dan Penjelasan karya Logika Aristoteles)

a.    Categories

b.    De Caelo

c.     Heurmeneutica

d.    Analytica Prioria

e.    Analytica Posteriora

f.      Introduction Anayltica

g.    Risalah Silogisme Bersyarat

h.    Isagoge karya Porprhy

6.    Yahya ibn ‘Adi ( Karya Platon )

a.    Sophistica

b.    Politica

c.     Topica

d.    Metafisika

e.    Hukum

Tujuh diatas adalah Kristen Nestorian, kecuali Abdullah ibn Muqaffa, ia adalah seorang muslim, dimana sebelumnya adalah seorang zoroastrianisme. Orang Kristen Nestorian lain adalah Muhammad ibn Ibrahim Al fazari, Ibrahim, dan Yahya ibn Masawyh

7.    Tsabit ibn Qurra

a.    Fisika, karya Aristoteles

b.    Tabiat Bintang-bintang dan Pengaruhnya

c.     Dasar-dasar Etika

d.    Menyempurnakan dua karya filosof Yunani, yakni Almagest karya Ptolemius dan Element karya Euclidas

8.    Abu ‘Utsman Al Dimasyqi

a.    Topica

b.    Etica Nichomachea

c.     Fisika IV

d.    De Generatione et Corruptione

e.    Element

f.      Isagoge

9.    Isa Ibn Zur’ah

a.    De Generatione et Corruptione

b.    Metafisika L

c.     Sophistica

Ibn Al Khammar

a.    Meteorologica Aristotetels

b.    Isagoge

c.     Categories

d.    Heurmeneutica

e.    Analytica Prioria

f.      Risalah tentang Materi

g.    Philosophical Life

10.  Ibn Na’imah Al Himshi

a.    Fisika IV-VII Aristoteles

b.    Teologia Aristoteles.

Fase Perkembangan dan Pengembangan

A.    Ketegangan Politik dan Kegamaan dalam Islam

B.    Skolastikisme Islam

C.   Aristotelianisme dan Neoplatonisme dalam Islam

D.   Neo-Pythagoreanisme

E.    Filsafat dan Dogma

F.    Mistisisme Islam

G.   Kebangkitan Aristotelianisme dalam Islam

H.   Iluminasionisme, Transendetalisme dan Reaksinya terhadap Paripatetetik

I.      Modernisme Muhammad Abduh dan Muhammad Iqbal

J.     Neo-Sadrian

Fase Peralihan Intelektual dari Islam ke Barat dan Perkembangannya

A.    Kritik Al Ghazali

B.    Pasca Ibn Rusyd

C.   Abad Pertengahan: Patristikisme dan Skolastikisme

D.   Skeptisisme

E.    Renaissance

F.    Pasca Renaissance

G.   Pragmatisme William James

H.   Sains, Teknologi, dan Metaverse

Banyak filosof barat yang tidak menyebutkan secara langsung karya pemikir muslim yang diterjemahkan, sehingga harus ada pembacaan kritis terhadap karya-karya mereka untuk mengidentifikasi pengaruh pemikirannya, untuk contoh, karya Rene Descartes yang berjudul Meditations on First Philosophy yang sangat mirip dengan karya Al Ghazali yang berjudul Al Munqidz Min Al Dhalal. Contoh lain, kesamaan gaya kritik David Hume dengan Ibn Taymiah terhadap rasionalisme.

Corak Pemikiran Islam: Pengantar Pemikiran, Objek Keilmuan dan Tokoh

Pemikiran islam dibagi menjadi empat bagian, yakni pemikiran tekstualis, teologis, filsafat, dan Irfan. Pemikiran tersebut memiliki corak pikir yang beragam, maka dari itu untuk memperjelas pembahasan ini, marilah kita mulai bahasan ini dengan tekstualis. Pemikiran tekstualis merupakan cara berpikir yang hanya bertolak pada ayat-ayat AL Qur’an dan Hadist, keilmuan yang digeluti di dalamnya termasuk, ‘ulum Al-Qur’an, tafsir Al Qur’an, ‘ulum Al hadits. Dalam sejarah pemikiran islam, corak pemikiran semacam ini berawal dari salah seorang ulama dari keempat madzhab mujtahid mutlak, yakni Imam Ahmad ibn Hanbal. Perkembangannya, corak pemikiran ini terbagi menjadi dua, pertama yang masih bergerak dan setia dengan dunia, dan disebut dengan tekstualis klasik tokohnya adalah Ibn Taimiyah, Ibn Qoyyim Al Jauzi dan lain sebagainya, sedangkan bagian kedua disebut dengan tekstualis modern, yang memiliki ciri khas pergerakan, seperti Salafi wahabi, tokohnya adalah Muhammad ibn Abdul Wahab, Muhammad Abduh dan lain sebagainya.

Pemikiran islam yang kedua adalah adalah teologis, corak pikir ini memiliki khas tersendiri, yakni menggunakan dalil dalil rasional. Sebetulnya, dokumen utama pemikiran ini sama dengan pemikiran tekstualis, yaitu Al Qur’an dan Hadits, namun untuk pengolahannya sangat dekat dan akrab menggunakan prinsip-prinsip rasional. Keilmuan yang digeluti adalah tema-tema besar ketuhanan, seperti pembahasan mengenai wahyu, kausalitas, dan lain-lain. Corak pemikirannya tetap sama hingga saat ini, dalam islam, kelompok orang yang berpikir teologis terbagi menjadi beberapa bagian, seperti, Khawarij, Syiah, Qadariyah, Mu’tazilah, Jabariyah, Murjiah, Shifatiyah Atau Asy’ariyah, dan Maturidiyah, dari sekian kelompok tersebut, menurut Harun Nasution, yang masih bertahan hingga kini hanya Asy’ariyah, Maturidiyah dan Mu’tazilah. Tokoh pemikirnya sangat banyak, dapat kita sebutkan Namanya seperti Ghailan Al DImasyqi, Ma’bad Al Juhani, Jahm Ibn Shafwan, Washil ibn Atha, Abu Hasan Al Asy’ari, Abu Mansur Al Maturidi.

Pemikiran islam yang ketiga adalah filsafat, atau dalam kosa kata islam -yang berbahasa Arab- dikenal dengan Falsafah, memiliki corak pemikiran yang kuat terhadap akal. Keilmuan yang digeluti seputar ‘ada’, ringkasnya falsafah adalah bidang keilmuan yang membahas ‘ada’ sebagaimana ‘ada’. Perkembangannya dalam sejarah terbagi menjadi tiga kelompok atau dalam kosa kata khas falsafah islam disebut dengan madrasah, pertama disebut dengan madrasah hikmah masya’iyah, kedua madrasah hikmah isyraqiyah, dan ketiga madrasah hikmah muta’aliyah. Tokoh pemikirnya sangat banyak, dapat kita sebutkanya namanya seperti Abu Yusuf Ya’kub Al Kindi, Abu Husain Ali Ibn Sina, Suhrawardi, Mir Damad, Sharudin Al Syirazi atau dikenal dengan Mulla Sadra.

Pemikiran islam yang keempat adalah Irfan, atau tasawuf falsafi, -kata Irfan sebetulnya sangat khas Persia, karena dalam perkembangan sejarah pemikiran tasawuf, orang-orang dari Persia memperkenalkan gaya tasawuf yang menggunakan skema berpikir filsafat. Corak pemikirannya sangat khas yaitu dengan menggunakan intuisi. Keilmuan yang digeluti seputar akhlak, dan ketuhanan, sebetulnya kajian tasawuf falsafi bertujuan mendidik bagaimana seseorang ‘berislam’. Tokoh pemikirnya sangat banyak, dapat kita sebutkan seperti Muhyiddin Ibn Al ‘Arabi, Maulana Jalaludin Rumi, Muhammad Al Ghazali, Ibn Qayim Al Jauzi.

Kosa Kata Cinta Dalam Logika Islam dan Usaha Mendefinisikannya

Dalam melakukan definisi, logika islam memiliki kaidah dan peraturan yang harus diikuti, agar setiap konsep mendapatkan definisi yang jelas, dalam mendefinisikan sesuatu, dibutuhkan materi-materi untuk memperjelas konsep yang ingin di definisikan, materi-materi ini disebut dengan Kulliyah Al Khamsah. Dalam Kulliyah Al Khamsah terdapat pembagian-pembagian sebagai materi definisi, pembagian tersebut adalah dzat (hakikat) dan ‘arad (sifat), dzat ini kemudian dibagi menjadi tiga, pertama disebut jins, nau’, dan fashl, sedangkan ‘arad dibagi menjadi dua, yakni khas, dan ‘am.

Namun, sebelum menguraikan definisi mengenai cinta, penting untuk terlebih dahulu mengetahui jenis kata dari kata ‘cinta’ itu sendiri. secara ringkas, jenis kata dalam logika islam terbagi menjadi lima, pertama mukhtash, kedua, musytarak lafzhi, ketiga, manqul, keempat, murtajal, dan kelima hakiki dan majazi. Menurut penulis, cinta merupakan jenis kata yang tergolong Musytarak Lafzhi sekaligus hakiki dan majazi. Maksudnya, cinta merupakan jenis kata yang memiliki banyak makna, sekaligus kata yang memiliki makna hakikat yakni cinta sebagaimana cinta dan makna majazi yakni makna yang membutuhkan konteks.

Tulisan ini akan mencari makna hakiki dari cinta itu sendiri, menurut penulis cinta merupakan kepercayaan yang melahirkan tata nilai. Dalam definisi tersebut, konsep kepercayaan merupakan jins dari cinta, dan cinta itu sendiri merupakan nau’, sedangkan tata nilai adalah fashl dari cinta. Definisi ini tidaklah mutlak, penulis tentunya terbuka hati dalam menerima kritik dan saran dalam usaha mendefinisikan cinta itu sendiri.

Subjek dan Objek Cinta

Subjek dalam cinta itu adalah makhluk, artinya setiap makhluk memiliki potensi untuk mencintai, makhluk ini kemudian dibagi menjadi dua yakni makhluk yang disebut sebagai manusia dan makhluk non manusia, sedangkan objek cinta hanyalah satu, yaitu Allah S.W.T., pembahasan ini akan menemukan kejelasannya dalam pembahasan asas cinta dalam islam.

Asas Cinta dalam Islam

Asas cinta dalam islam adalah Q.S. Al Baqarah ayat 143, tentu dalam hal cinta, pemaknaan dalam ayat tersebut tidak dibaca secara teks, melainkan konteks. Konteks dalam ayat tersebut adalah penghapusan terhadap dikotomi. Dalam objek cinta yang telah dituliskan diatas, kita mengetahui bahwa objek cinta hanya Allah, lalu apakah salah ketika seseorang mencintai selain Allah seperti laki-laki mencintai wanita atau sebaliknya, nah disinilah dikotomi tersebut harus dihilangkan atau dihapus.

Alam semesta dalam pemikiran islam disebut sebagai makrokosmos, penggunaan bahasa makro tersebut mengandaikan adanya mikro, dan yang disebut sebagai mikrokosmos ini adalah manusia. Dalam literatur tasawuf falsafi, manusia adalah cermin Tuhan, pemikiran mengenai cermin Tuhan bertolak pada pemikiran Ibn ‘Arabi mengenai konsep Wahdatul Wujud, yakni wujud itu hanya satu yakni wujud Allah, selain itu hanya merupakan derivasi, atau pancaran dari wujud Allah tersebut. Selanjutnya karena manusia ini sebagai cermin Tuhan, manusia juga disebut sebagai mikrokosmos atau alam kecil, karena pada diri manusia tersimpan berbagai daya yang terdapat di alam semesta, yakni daya mineral, tumbuhan dan binatang.

Pertanyaan apakah kita tidak boleh mencintai yang lain selain Allah tentunya akan sangat keliru, karena sebetulnya yang ‘ada’ hanyalah Allah S.W.T saja, yang lain hanyalah pancaran, namun karena manusia merupakan makhluk yang lalai, seringkali manusia terlalu mencintai objek lain, karena itu, islam memberikan solusi sebagai pengingat manusia agar tetap dalam jalan mencintai Allah, solusi itu adalah mujahadah al nafs.

Pembahasan seputar ini terlalu panjang dan akan menghabiskan banyak waktu, maka untuk mempersingkat penjelasan ini, penulis akan mengutip skema pembahasan lafadz alhamdu lillahi robbil ‘alamin, yang jika diartikan secara literal adalah “Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam”, dalam literatur islam klasik, makna puji tersebut terbagi menjadi empat, pertama puji Allah kepada Allah, kedua puji Allah kepada makhluk, ketiga puji makhluk kepada Allah dan keempat puji makhluk kepada makhluk.

Dalam penjelasan tersebut, kita menemukan bahwa ada beberapa bentuk pujian, dan keseluruhan pujian ini hanya berorientasi kepada Allah. Jawaban terkait pertanyaan ‘apakah boleh mencintai selain Allah, mengandaikan seseorang mencintai makhluk’ dan jawaban ini menurut penulis adalah jawaban yang paling akurat.

Jenis Pencinta dalam Islam

Dalam melakukan pembagian terhadap jenis pencinta, penulis menggunakan pembagian terperinci guna mempermudah dan memperjelas pembagian tersebut. Kaidah pembagian ini mengikuti kaidah pembagian logika islam yakni Qismah Tafshiliyah.

Adapun jenis-jenis pecinta dalam pemikiran islam adalah sebagai berikut:

1.    ‘Awam, seorang pecinta pada jenis ini memiliki orientasi selain Allah, objek yang dicintainya adalah materi murni, seperti pasangan, harta dan dirinya sendiri. Dalam islam, jenis pecinta seperti ini adalah orang yang celaka, menurut Imam Al Ghazali, mencintai diri sendiri merupakan penyakit dan dosa bathin.

2.    Khawash, seorang pecinta pada jenis ini memiliki orientasi kepada Allah, namun belum sepenuhnya lepas dari materi, seperti orang yang bersedekah namun masih berharap kelipatan rezekinya.

3.    Khawash Al Khawas, seorang pecinta pada jenis ini memiliki orientasi kepada Allah semata, dan sudah sepenuhnya lepas dari keinginan duniawi, orang-orang yang termasuk ke dalam jenis ini merupakan para sufi atau wali Allah. Allah telah benar-benar menjadi tujuannya, tidak hanya di dalam ide, melainkan di dalam tindakan.

Tujuan Cinta

Zainudin sangat mencintai hayati, dalam proses mencintainya, zainudin seringkali menulis surat untuk Hayati, setiap surat yang ditulis oleh Zainudin selalu memberikan kebahagiaan tersendiri bagi zainudin, demikianlah pecinta, ia akan Bahagia menjalankan sesuatu yang disukai oleh objek yang dicintainya.

Seorang Arab dari suku Bani Amir bernama Qays sangat mencintai Layla, suatu hari Qays dilanda sakit yang sangat parah dan diharuskan menjalani operasi oleh dokter, namun Qays menolak, “jika engkau melakukan operasi kepadaku dengan mencoba untuk membedahku, maka aku akan menolaknya, karena pada saat engkau akan membedahku, layla juga akan merasakan sakit, demikian seorang pecinta akan menolak melakukan sesuatu yang tidak disukai pasangannya.

Dalam dua kutipan cerita diatas, dapat disimpulkan bahwa, seorang pecinta akan melaksanakan apa yang diinginkan oleh objek yang dicintainya, dan akan menjauhi segala sesuatu yang tidak disukai oleh objek yang dicintainya, pada akhirnya pecinta akan sirna dihadapan objek yang dicintainya, ringkasnya, ketika seseorang benar-benar jatuh cinta, maka sirnalah dirinya, yang ada hanyalah objek yang dicintai.

Manusia pada umumnya melakukan segala sesuatu untuk mendapatkan satu hal, yakni kebahagiaan. Manusia memiliki beragam cita-cita, beragam ikhtiar namun tetap tertuju pada satu hal tersebut. Kebahagiaan adalah bentuk finishing touching dari aktivitas pencinta, karena itu tujuan dari cinta adalah kebahagiaan.

Dalam pemikiran islam, dengan mengutip Nurcholis Madjid, mencintai dan menjalani hidup adalah keselarasan, yaitu menggapai kebahagiaan. Sebetulnya Nurcholis sendiri tidak secara langsung menyatakan kebahagiaan, namun Nurcholis menggunakan kata “menggapai ridha Allah”, nah, dalam pemikiran etika islam, kebahagiaan tertinggi adalah menggapai ridha Allah S.W.T., jadi jelas bahwa mencintai dan menjalani kehidupan adalah keselarasan.

Kesimpulannya, ketika seseorang benar-benar telah mencintai, maka ia akan menjalankan segala hal yang telah disukai dan menjauhi segala hal yang tidak disukai oleh objek yang dicintainya, aktivitas ini melahirkan kebahagiaan bagi pecinta, dan pada akhirnya seorang pecinta akan hilang, sirna oleh objek yang dicintai. Dalam islam, puncak kecintaan kepada Allah tertinggi juga demikian, namun dalam sejarah, para sufi seperti Abu Mansur Al Hallaj, dan Syekh Siti Jenar belum mampu menguraikan puncak kecintaan tertinggi tersebut secara filosofis, sehingga mereka kemudian dibunuh.

Daftar Pustaka

(Ed), Nurcholis Madjid. 2019. Khazanah Intelektual Islam. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Bagir, Haidar. 2022. Alkimia Cinta: Mendaras Makrifat Melalui Syair dan Syarahnya. Yogyakarta: Penerbit Bentang.

Bertens, K. 2011. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: KANISIUS.

Fadli, Abdul Hadi. 2015. Khulashah Al Manthiq . Jakarta: Sadra Press.

Fakhry, Majid. 1987. A History of Islamic Philosophy. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.

Ghazali, Abu Hamid Muhammad Al. 2017. Bidayah Al Hidayah. Bandung: Penerbit Mizan.

Madjid, Nurcholis. 2008. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Paramadina.

Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam: Aliran-aliran, Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).

Nizami. 2002. Layla Majnun. Yogyakarta: NAVILA.

Plato. 2017. The Dialogues of Plato. Yogyakarta: BASABASI.

Rumi, Maulana Jalaluddin. 2019. Masnavi i Ma'navi. Jakarta: Zaman.

Yazdi, Muhammad Taqi Misbah. 2021. Amuzesy e-Falsafeh (Jilid I). Jakarta: Sadra Press.

 

 



[1] Apollodarus adalah ahli bahasa Yunani dan merupakan murid kesayangan dari Diogenes

[2] Aristodemus adalah prajurit Spartan

[3] Eryximachus adalah dokter Asclepaid Athena, merupakan anggota ikatan dokter Asclepius.

[4] Pausanias adalah Raja Sparta pada tahun 445 – 426 SM

[5] Aristhopanes adalah seorang penulis, tulisan-tulisan dari Aristhopanes biasanya merupakan drama komedi dengan pendekatan multidisipliner, yakni drama yang mengandung unsur politik, sosial, ekonomi dan lain-lain.

[6] Socrates merupakan seorang filosof sekaligus guru dari Plato.

[7] Plato merupakan filosof sekaligus murid kesayangan dari Socrates.

[8] Hal fitrah lain yang dimaksud oleh Eryximachus adalah lawan atau konsep-konsep dibawah cinta, seperti membenci, marah, sedih dan lain-lain yang merupakan ekspresi diri.

Goodbye Instagram: A Soul's Journey to Allah That Was Paused

    Aku sepenuhnya sudah meyakini kebenaran bahwa hakikat diriku adalah jiwaku. Jiwaku ini yang tidak sempurna berasal dari Allah. Ini ada...