Selasa, 21 November 2023

City of God & Summa Theologiae: Membaca Pergulatan Katolik dan Filsafat dari Agustinus sampai Aquinas

 


Makan, berarti tindakan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh, kemudian dicerna oleh bagian-bagian dalam tubuh yang bertugas, dan pada akhirnya mengeluarkannya melalui anus. Jika terjadi kerusakan pada sistem pencernaan manusia, maka manusia tersebut akan menderita, sakit, dan lebih jauh lagi, manusia itu akan mati.

Ilmu Pengetahuan, sebagaimana makan. Ketika masuk melalui indera dan dicerna oleh akal, kemudian harus dikeluarkan baik melalui lisan maupun tulisan, jika tidak demikian, seseorang tersebut akan menderita, bukan sakit fisik, melainkan mendapatkan semacam gangguan intelektual. Bentuk lain dalam mengeluarkan ilmu pengetahuan adalah dengan mengamalkannya.

Berkaitan dengan ini, adalah langkah baik yang diambil oleh Plato untuk mengolah dan mengeluarkan ilmu pengetahuannya dengan mendirikan sebuah lembaga pendidikan bernama academia. Bagiku, ini adalah usaha Platon agar tidak menderita gangguan intelektual, serta menambah cakrawala pengetahuannya, sebab jika seseorang mengajarkan atau mengamalkan ilmu pengetahuan yang dimiliki kepada orang lain, maka akan bertambah pula ilmu pengetahuan yang dimilikinya.

Namun hal itu tak bertahan lama terutama setelah Platon wafat, pada tahun 529 M academia ditutup oleh kekuasaan Romawi untuk menolak penyebarluasan pengetahuan filosof Yunani, sekaligus menanamkan dogma kristen katolik yang telah jadi agama yang diterima oleh Romawi sejak tahun 313 M dan diresmikan menjadi agama negara pada tahun 380 M. Strateginya sederhana saja, ketika sekolah Yunani ditutup, ordo-ordo monastik besar didirikan oleh rezim Romawi.

Hal ini kemudian mulai berubah sejak penyebaran Islam ke Eropa, khususnya tanah Spanyol. Penyebaran agama Islam oleh orang-orang Arab juga meliputi kota-kota Hellenistik kuno di Iskandariah (Alexandria). Dengan begitu, ilmu pengetahuan yang ada disana mulai di terjemahkan, dikomentari, dikritisi, dan ditemukan pemikiran baru. Ilmu-ilmu ini seputar filsafat, matematika, astronomi, kimia dan kedokteran. Dari sini, tanpa perlu memaparkan sejarahnya secara panjang, sudah banyak karya filsafat yang dilahirkan oleh filosof Muslim seperti Ibn Sina dan Ibn Rusyd, dimana beberapa karya mereka sangat bercorak aristotelian atau platonian. Saya mendapat informasi dari .... bahwa sebagian filosof mengaristotelianisasikan sistem platonik, maupun sebaliknya. Sehingga sungguh tidak aneh apabila nanti kita akan mendapatkan beberapa pandangan dari filosof barat yang mirip dengan filosof Islam maupun filosof Yunani, terutama Aristoteles dan Platon.

Walau terdapat banyak informasi dari para sarjana, semisal ....., mengenai Islam di Eropa, tapi tidak begitu mengherankan apabila penduduk Eropa pada saat itu masih banyak yang beragama katolik, hal ini tentu bagian dari sejarah panjang para agamawan Romawi dalam mentransfer keyakinannya melalui institusi yang didirikan oleh rezim. Walau demikian, ini bukan berarti, tidak ada sama sekali orang kristen yang terpikat pikirannya untuk mempelajari filsafat. Thomas Aquinas adalah bukti nyatanya dalam sejarah.

Hemat saya, dengan adanya pertalian antara Islam dan Yunani di masa sebelum Aquinas hidup, maka dapat dipastikan, Aquinas yang memiliki ketertarikan kepada filsafat, bukan hanya mempelajari filsafat Yunani, melainkan juga membaca karya-karya filsafat Islam. Jadi, produk pemikiran Agustin yang akan dijelaskan nanti sebetulnya adalah produk atas trilogi ilmu pengetahuan, yakni filsafat yunani, filsafat Islam, dan wahyu (agama) katolik.

Anda mungkin akan bertanya-tanya, apakah seorang yang beragama katolik mungkin untuk membaca risalah-risalah filsafat dari luar katolik ? maka saya akan dengan tegas mengatakannya ‘IYA’, sebab itulah kunci peradaban, yakni keterbukaan. Jika saya meminjam pemikiran Amin Abdullah, maka fase studi agama yang ada pada era Agustin adalah fase critis, yakni fase dimana kebenaran-kebenaran wahyu harus teruji secara intersubjektif, dan keterujian intersubjektif hanya mungkin dengan adanya proses multidisiplin dan keterbukaan.

Anda mungkin juga akan bertanya, siapakah Aquinas ? Maka saya akan mengatakan: Aquinas adalah seorang Profesor Teologi di Universitas yang ada di Paris dan Italia. Ia hidup pada rentang tahun 1225-1274[1]. Salah satu pemikirannya yang akan diulas disini adalah mengenai pembuktian keberadaan Tuhan (teologi). Sarjanawan Bertens mengatakan bahwa pemikiran Aquinas mengenai hal ini ada pada karyanya yang berjudul Summa Theologiae (Ikhtisar Teologi), Bertens juga menyebutkan bahwa ini adalah karya utamanya.

Namun, anda juga mungkin akan bertanya, kenapa Aquinas menghabiskan waktunya untuk membahas hal ini ? bukankah dia bisa saja duduk santai sambil menikmati alkohol dan menghisap kretek ganja ? apa hal yang membuat dirinya tergerak untuk membahas masalah teologi ? Dasar, ada-ada saja memang filosof ini.

Jika demikian, maka saya akan menerangkannya. Jika anda pernah terbesit untuk mengatakan sesuatu yang penting, maka ada hal penting yang mendorong anda untuk mengatakan sesuatu tersebut, dan hal penting itu sudah pasti berasal dari diri selain diri anda. Jika anda memahaminya, maka anda mulai mengerti apa yang menjadi alasan Aquinas untuk memikirkan hal ini.

Apabila anda sudah sesuai dengan ekspektasi saya, tinggal satu pertanyaan yang ada, siapakah dan apakah yang dilakukan orang lain itu hingga membuat Aquinas tergerak ? maka saya akan segera memberitahunya sekarang. Santo Agustinus adalah orangnya dan Kota Tuhan adalah hal yang dilakukannya. Kota Tuhan adalah bahasa Indonesia, ini adalah karya asli dari Agustinus, namanya City of God.

Jika dilihat dari sisi sejarah, memang Agustin lebih dulu hidup dibanding Aquinas, jadi, Agustin memang tidak berkesempatan untuk menyicipi pemikiran para filosof Islam seperti Aquinas. Selain itu, Agustin juga hidup ditengah keramaian doktrin katolik yang dijadikan semacam ideologi negara, walau demikian, Agustin adalah orang yang memberi manfaat kepada aktivitas intelektual Aquinas, sebab tanpa ada Agustin, mungkin saja Aquinas menjadi preman di Pasar yang kerjaannya menggoda perempuan cantik.

Agustin hidup pada 354 sampai 430 M. Ada banyak informasi yang saya dapat dari Gaarder, salah satunya bahwa, sekalipun beragama katolik, Agustin bukanlah pengikut katolik dari garis keturunan, sebab dia memeluk katolik setelah terlebih dahulu belajar agama dan filsafat di Roma, Milan dan Hippo. Dari sini, kita dapat berpikiran biasa-biasa saja setelah mengetahui bahwa Agustin akhirnya memilih katolik dengan aliran manichaean, sebuah aliran yang mendasarkan doktrinnya pada agama dan filsafat. Walau demikian, diantara kedua itu, Agustin lebih cenderung pada doktrin agama, sebab ia tidak menerima pemikiran filsafat Yunani yang bertentangan dengan wahyu katolik. Dan karena kecenderungannya kepada agama, tentu saja dia memilih Neo-Platonisme untuk mengukuhkan pemikirannya. Sebab doktrin neo-platonik cenderung metafisikal, dan ini sangat cocok apabila dihubungkan dengan doktrin katolik.

Kecenderungan ini dapat dilacak dari karyanya yang berjudul City of God. Sebelum mengulas bukunya lebih jauh, perlu diketahui bahwa salah satu obrolan Agustinus paling asyik adalah mengenai eksistensi. Agustinus berpandangan bahwa eksistensi itu sifatnya ilahiah. Kesimpulan itu diperoleh Agustinus setelah menekuni bidang etika, dimana Agustinus merasa kebingungan dengan adanya konsep kebaikan dan kejahatan. Setelah melalui renungan filosofis, Agustinus memperoleh jawaban atas hal tersebut, yakni pada dasarnya semua adalah baik, karena semua berasal dari Tuhan, dan itu akan menjadi buruk jika Tuhan tidak ada. Tuhan lah eksistensi tersebut, dan karena Tuhan bersifat ilahiah, maka yang eksis adalah yang ilahi, dan tidak ada lagi selain Tuhan yang memiliki sifat ilahi.

Sekarang kita akan mengulas sedikit saja intisari dari pemikirannya yang ada pada buku City of God. Agustinus pada akhirnya kembali mempertentangkan antara agama dan filsafat, sebab bukunya itu berbicara mengenai ‘Kerajaan Tuhan’ dan ‘Kerajaan Negara’. Baginya, sepanjang sejarah, untuk menguji hal yang benar dan tidak benar adalah adanya ‘kelanggengan’. Dari dua kerajaan itu, yang langgeng adalah kerajaan Tuhan. Kesimpulan ini didasarkan pada sejarah pertempuran antara negara Romawi dan bangsa Barbar pada tahun 410 M. Pertempuran itu dimenangkan oleh Barbar. Akan tetapi, point pentingnya adalah, Agustinus melihat bahwa Romawi sebagai negara telah kalah, dan Kristen sebagai agama tetap ada, maka yang ada hanyalah kerajaan Tuhan, dan tidak ada keselamatan diluar Gereja. Dengan ini, Agustinus mengukuhkan pandangannya bahwa Tuhan berkuasa atas segalanya, termasuk negara.

Begitulah uraian ringkas mengenai Agustinus dan pemikirannya. Disini, kita mendapatkan polarisasi yang jelas mengenai hal yang membuat tubuh dan jiwa Aquinas tergerak untuk berpikir ulang mengenai teologi katolik. Hal ini tak lain, -untuk sekedar mempertegas saja-, adalah usaha Aquinas untuk mengkorelasikan atau mendialogkan antara agama dan filsafat, dimana keduanya tak perlu dipertentangkan, maksudnya, kebenaran akal dan kebenaran wahyu adalah satu, bukan dua, kebenaran adalah kebenaran, bukan kebenaran akal dan kebenaran wahyu.

Saya akan secara eksplisit saja menjelaskan pemikiran Aquinas mengenai usahanya mendialogkan antara agama dan filsafat, yang berbeda dari sisi metodenya. Sebab, pada satu sisi agama berasal dari Wahyu, sedangkan filsafat adalah murni akal. Dan sebagaimana telah dijelaskan diatas, pemikiran Aquinas yang akan diuraikan disini adalah pemikirannya mengenai teologi yang terdapat pada karyanya Summa Theologiae.

Aquinas memaparkan sejumlah konsep untuk membuktikan adanya Tuhan. Konsep pertama adalah setiap yang bergerak pasti ada yang menggerakkan, dan itu harus berakhir pada yang tak digerakkan, yang tak digerakkan ini adalah Tuhan, konsep ini juga berkaitan dengan konsep lainnya yaitu konsep kausalitas. Dimana semua hal adalah akibat dari sebab-sebab yang panjang, namun hal ini tak mungkin tidak berujung, sebab jika tidak berujung, tak pernah mungkin ada akibat, sebab pertama ini adalah Tuhan.

Selain dua konsep diatas, Aquinas juga memberikan konsep keselarasan alam. Menurut Aquinas, alam semesta berjalan secara teratur, dan keteraturan itu pasti bukan sesuatu yang kebetulan. Keteraturan itu geraknya mengikuti suatu pola, berjalan seperti sebuah anak panah menuju tujuan tertentu yang dikehendaki pemanahnya. Pemanahnya itu adalah Tuhan.

Konsep lainnya adalah konsep moral. Menurut Aquinas, manusia pasti memiliki penilaian baik dan buruk yang beragam, karena itu sifatnya menjadi relatif, akan tetapi, moral relatif itu tidaklah mungkin, sebab jika demikian, akan terjadi kekacauan moralitas, karena itu, untuk konsep moral kita memerlukan esensi yang absolut sebagai pijakan, konsep absolut itu berasal dari Tuhan. Aquinas mengatakan hal ini dengan cara pikir bahwa yang baik menurut Tuhan pasti juga baik menurut akal, dan hal itu biasanya dalam beberapa hal banya di sepakati, sebab hal ini sangat terkait erat dengan kemanusiaan.

Itulah beberapa konsep yang diajukan oleh Aquinas mengenai kebenaran adanya Tuhan melalui penalaran filosofis, penting untuk diketahui pula bahwa, sebagaimana dikatakan oleh Gaarder, bahwa Aquinas berusaha semaksimal mungkin agar filsafat dapat dipahami oleh para penganut agama (baca: katolik), sebab dengan demikian, akan terjadi kemantapan iman, sebab adanya penyelarasan antara wahyu dan akal.

Produk pemikiran lain dari Aquinas yang sangat menggelitik saya adalah kesepakatannya terhadap diktum Aristoteles mengenai wanita. Menurut Aquinas, Aristoteles adalah benar jika mengatakan bahwa wanita itu adalah setengah laki-laki, maksudnya, setiap anak pasti mewarisi ciri-ciri ayahnya, sebab perempuan itu pasif dan reseptif, sedangkan laki-laki itu aktif dan kreatif. Aquinas juga berpandangan bahwa ini sesuai dengan doktrin bibel yang menceritakan bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam.

 



[1] 200 tahun pasca Ibn Sinadan 100 tahun pasca Ibn Rusyd. Keduanya adalah filosof muslim yang erat dengan tradisi aristoteles.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Goodbye Instagram: A Soul's Journey to Allah That Was Paused

    Aku sepenuhnya sudah meyakini kebenaran bahwa hakikat diriku adalah jiwaku. Jiwaku ini yang tidak sempurna berasal dari Allah. Ini ada...