Minggu, 26 November 2023

My November: Titik Beranjak ke Arah Pergolakan Pemikiran dan Pertemuan dengan Cinta Pertama

 




Minggu 26 November 2000, entah sedang hujan atau panas, yang pasti cuacanya sejuk, sebab ini adalah Kota Hujan. Rasanya hari itu adalah hari paling membahagiakan bagi kedua orang tua ku, menyambut bayi kecil pertama yang memulai aktivitasnya dengan menangis sebagai tanda syukur kepada Allah karena mempergunakan air mata sesuai dengan tujuan penciptaannya.

Bayi kecil itu kemudian di asuh dengan kasih dan sayang, dibantu pula oleh kakek dan nenek dari kedua orang tua ku. Dan akulah bayi tersebut, Muhamad Rifki Ramdhani.

Beranjak dari bayi menuju masa anak-anak, aku hidup ditengah lingkungan Islam tradisional, atau biasa dikenal dengan pesantren kampung. Agaknya, telinga si bayi sudah biasa mendengar bacaan-bacaan ayat suci al-Qur'an yang menggema menggetarkan langit dan bumi, keluar dari mulut mulut suci para kiyai dan santri dari pesantren itu.

Saat menjadi anak-anak, aku menghabiskan waktu untuk menjalankan pendidikan non formal ku di Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) Bidayatul Hidayah asuhan K.H. Syatibi bin KH. Syukri, kemudian melanjutkan dengan formal ke sekolah dasar negeri Parakan Muncang 02.

Pada saat bersekolah di SD, tak mau ketinggalan untuk dapat membaca al-Qur'an, aku kemudian mengikuti pengajian baca al-Qur'an di pondok pesantren Ibn Yusuf asuhan K.H. Ukon abdul Ghoni. Sampai saat tulisan ini dibuat, Kang Haji (begitu sapaan kami sebagai santri) adalah tetap guru yang menjadi idolaku.

Saat itu, aku hanya belajar iqro hingga akhirnya menamatkam juz 30  sebanyak tiga kali sampai lulus SD. Selanjutnya aku melanjutkan pendidikan ku di Madrasah Tsanawiyah Negeri Model Babakan Sirna, -kini menjadi MTsN. 2 Kab. Bogor-, dimana saat aku beranjak ke tingkat MTS, aku memulai perjalanan ku untuk menjadi santri dan menuntut ilmu pengetahuan agama (Ulum al-Din), di pondok pesantren Ibn Yusuf asuhan kang haji.

Saat itu, aku memulai kajian kitab kuning berjenis kajian fikih, dengan kitan safinah sebagai kitab sorogannya, dan kitab fathul qorib, riyadh al badi'ah, nasoihul ibad, ta'lim muta'allim, ushfuriyah dan Tijan ad-Darori sebagai kitab kajian coretan.

Perjalanan ku dalam mengkaji agama dimulai dari pengenalanku terhadap Allah, ini tentu saja terbukti dengan kitan safinah sebagai model kitabnya, sebab dalam kitab tersebut, kita dapat menemukan bab-bab teologi pada pembahasan awal, yang tentu saja dibahas dengan sangat ringkas. Pada saat itu, barulah aku mengetahui bahwa tidak ada Tuhan yang patut-benar untuk disembah kecuali Allah, dan bahwa aku tidak bisa melesat sedikit pun dari perbuatan maksiat kecuali dengan pertolongan Allah.

Aku menyadari, saat itu pengetahuan ku hanya berada pada satu tahap, yaitu tahap mengetahui, aku belum sampai pada tahap memahami, apalagi menjalankan. Maksudnya, sekalipun aku tahu bahwa aku tidak mungkin bisa selamat dari tidak melakukan maksiat, namun aku selalu berpikir bahwa aku yang tidak maksiat adalah berkat kehebatan diriku melawan syahwat. Jika dipersentasekan, mungkin aku menganggap 70 % adalah pilihan sadarku, dan 30 % adalah pertolongan Allah.

Allah pada bagian ini -yakni Tuhan yang patut-benar untuk disembah, dan yang memberikan pertolongan agar bisa selamat dari tipu daya setan untuk bermaksiat-, digambarkan oleh Syekh Salim ibn Sumair (pengarang kitab safinah) sebagai Yang Maha Agung dan Yang Maha Luhur.

Adalah menarik bagiku, sebab dalam kitab ini, setelah kita diperkenalkan dengan Tuhan yang Maha Benar secara Hakiki, kita juga diajarkan bagaimana untuk mendekat kepadanya, yaitu dengan pengkajian terhadap fikih ibadah, pembahasannya seputar thaharoh yang meliputi, ciri baligh, syarat wudhu, syarat air wudhu, macam-macam najis, cara beryamum, cara mandi besar, dan lain sebagainya, juga meliputi pembahasan sholat seperti syarat wajib sholat, syarat sholat, rukun sholat, hal yang membatalkan sholat, cara berjamaah, dan lain sebagainya. Disini aku mulai mengetahui bahwa beribadah itu tidak bisa sembarang atau asal-asalan, sebab jika demikian, maka telah menyalahi salah satu cabang keilmuan Islam yakni fikih.

Aku sangat tertarik dengan keilmuan ini, sebab selain bersifat praktis, belajar fikih dapat memberikan kita kemudahan dan keyakinan dalam menjalankan ibadah. Akan tetapi, selain fikih, keilmuan Islam yang sangat membuatku jatuh hati adalah tauhid. Pada saat fase pendidikan MTs, aku sangat bersemangat apabila malam senin telah tiba, sebab malam senin adalah jadwal ngaji tauhid, dengan menggunakan karya Imam al-Bajuri, yakni Tijan ad-Darori. Sebelum melanjutkan ketertarikanku ini, aku hendak mengatakan bahwa aku mulai mengaji tauhid ini sejak SD, dimana pada saat itu, setiap malam selasa, Kang Haji selalu mengkaji kitab tauhid -walau aku tidak tahu kitab apa yang digunakan-, disitulah aku mulai mengenal kajian tauhid bermadzhab Imam Abu Hasan Al-Asyari, dengan metode teologi-filsafatnya, dikatakan demikian, sebab dalam kajian tauhid madzhab Imam Asya'ari, para ulama Madzhab Asy'ari tidak hanya  menggunakan dalil al-Qur'an untuk membuktikan 'ada'nya Allah, melainkan juga menggunakan dalil dalil rasional, seperti adanya sebab pertama, yang dikemudian hari pun aku temukan sebagai dalil keberadaan Allah yang dibuktikan oleh Al-Kindi, dengan bahasa Satu Sejati atau al-Wahid al-Haqq.

Pada saat itu, aku diberikan pelajaran bahwa kita dapat mengenal Allah melalui sifat-sifatnya, namun sifat-sifat Allah tidak sama dengan makhluk, sebab jika demikian, maka Allah sama dengan makhluk, dan ini ada kontradiksi yang mustahil.

Bagiku, metode mengenal Allah versi Madzhab Imam Asy'ari melalui sifat dua puluh, adalah bentuk penyederhanaan pemahaman yang ditujukan kepada orang awam sepertiku, karena pada hakikatnya, menurutku, tidak ada satu pun yang dapat mengetahui Allah secara universal belaka, melainkan hanya secara partikular, yang aku maksud dengan partikular disini adalah, mengetahui keberadaan Allah, sebab mengetahui hal lain selain keberadaan Allah adalah mustahil, sebab 'mengetahui' berarti mau tidak mau memberikan 'pembatasan', dan jika Allah dapat diketahui secara universal, maka Allah bersifat terbatas, jika Allah bersifat terbatas, berarti Allah sama dengan manusia, dan tentu saja ini adalah kontradiksi yang mustahil.

Dengan demikian, bangunan pemikiranku mengenai keberadaan Allah menjadi mantap, namun aku pun menyadari, pada usiaku saat itu, aku hanya bertaklid saja kepada para ulama madzhab Imam Asy'ari, aku belum bisa membuktikan lebih lanjut sebagaimana bangunan argumen yang aku paparkan diatas.

Tapi, agaknya fase MTs ini sangat penting bagiku, sebab aku belajar banyak hal dalam waktu yang bersamaan. Pada sebagian waktu aku banyak belajar mengenai fikih dan tauhid di pondok pesantren. Kemudian, pada waktu yang lain aku mempelajari tajwid, dan sejarah peradaban Islam di sekolah. Namun, yang banyak menarik hatiku adalah kajian sejarah, disana aku mulai mengetahui bahwa orang Indonesia tidak langsung berislam begitu saja, melainkan ada orang Islam diluar Indonesia yang datang ke Indonesia untuk menyebarkan agama Islam, ini mulai intensif sejak abad 17 dan 18, sebagaimana dikatakan oleh Azyumardi Azra dalam bukunya jaringan ulama timur tengah dan kepulauan nusantara.

Pada waktu MTS, aku banyak mendapatkan pengetahuan baru, seperti proses hijrah Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah setelah peristiwa tahun kesedihan yakni meninggalnya Abu Thalib selaku  pamannya, dan Siti Khadijah selaku istrinya. Disini juga emosiku terasa meluap-luap ketika mengetahui bahwa Nabi sempat dilempari batu oleh penduduk Thaif hingga kakinya berlumuran darah ketika hendak mendakwahkan Islam. Aku juga mulai mengenal adanya khulafaurrasyidin yang berjumlah empat orang sebagai pelanjut dakwah nabi Muhammad. Selain itu, aku juga mulai mencicipi pergolakan peradaban dan pemikiran Islam pasca peristiwa tahkim (inkuisisi) pada era Abbasiyah kepada para ulama yang tidak mau menganut paham Mu'tazilah pada saat itu. Walaupun pada kajian teologi Islam klasik yang dilakukan di masa kini, Mu'tazilah tetaplah bagian dari aliran teologi Islam, dan bukannya Ideologi negara. Akan tetapi, aku sangat ingat sekali dengan apa yang disampaikan oleh guru sejarah ku, yakni ibu Hani, dimana ibu Hani mengatakan bahwa pada masa itu, ada arus besar dari luar Islam yang menggerogoti aqidah Islam yang mapan, dan kemudian menjadikan aqidahnya sebagai semacam ideologi, dan siapapun yang tidak mau menganut ideologo tersebut, akan disiksa dan dipenjara.

Pada saat itu, aku hanya mengalami kebingungan, arus besar apa yang datang pada orang-orang Islam hingga aqidahnya tergerogoti ? dan apakah aqidah bisa tergerogoti ? jika demikian, apa yang membuatnya merasa tergerogoti ? apakah karena aqidah yang dibawa oleh orang luar Islam itu salah ? jika salah, dimana salahnya ? dan apa alasan yang membuat aqidah Islam yang saat itu banyak dipegang oleh para ulama adalah aqidah yang paling benar ?

Pada fase ini, aku mulai banyak bertanya kepada guru sejarahku, dan diantara banyak pertanyaan yang aku ajukan, aku hanya memperoleh satu jawaban saja, yakni orang-orang dari luar Islam itu adalah para ahli filsafat dari Yunani.

Aku pulang ke pesantren dengan membawa banyak kegelisahan, aku mulai banyak bertanya-tanya, siapa mereka ? apa yang membuat mereka salah ? apa yang dibawa mereka sehingga aqidah umat Islam menjadi tergerogoti ?

Saat banyak bertanya, tak terasa aku beranjak ke pendidikan formal selanjutnya, yaitu Madrasah Aliyah Negeri Leuwiliang (Sekarang menjadi MAN 2 KAB. BOGOR). Pada fase inilah, aku mulai banyak mendapat jawaban dari kegelisahanku di sekolah, jawaban itu aku peroleh dari KH. Ukon Abdul Ghoni di pesantren. 

Akan tetapi, sembari aku menceritakan bagaimana aku melalui fase pergolakan pemikiran ini, aku juga hendak mengatakan bahwa aku pernah menjalin asmara dengan wanita cantik bernama Silma Oktaviani, ia adalah pacar ku yang pertama, dia cantik putih bersih, tinggi dan menggunakan kacamata, dia adalah siswi yang mengikuti ekskul drum band, aku menjalin kasih bersamanya selama 1 tahun, tentu saja banyak cerita yang kami ukir, seperti perayaan ulang tahun di kelas, karena memang kami satu kelas, juga seperti teredamnya amarah ku yang sedang menghantam teman ku sendiri yang dengan berani-beraninya mendekati Silma yang adalah kekasihku. Sejak lulus dari MTS, kami hanya bertemu satu kali, yaitu pada saat aku sedang mampir di warung kopi sekitar leuwiliang, aku menemuinya sedang duduk sendiri, sengaja aku tak menyapanya, namun dia menyapaku, kami mengobrol tak karuan, aku hanya memegang kepalanya sambil mengucapkan selamat tinggal, karena sungguh hal itu adalah kebiasaan kami berdua saat masih menjalin kasih di MTS, yakni saling memegang kepala sebelum berpisah. Inilah pergolakan pemikiran dan pertemuan cinta pertamaku, usiaku saat berada pada fase ini adalah 12-15 tahun.

Aku akan menutup tulisan ini dengan sebuah tulisan yang aku berikan kepada Silma pada ulang tahun ku dan ulang tahunnya, 26 November, tulisan yang ku berikan kepada Silma ini masih berupa catatan harian ku juga, yang aku tulis pada 25 November 2012, dimana tanggal 25 Maret adalah hari jadian ku bersamanya, seperti ini tulisannya:

"Tak ada pecinta seperti diriku...

Yang tak pernah mengharap cinta dari yang dicintai...

Tak ada kekasih seperti diriku...

Selalu menumpahkan air mata saat sedang dilanda rindu....

Tak ada kekasih seperti diriku...

Selalu membuat gelak tawa saat bertemu..

Tak ada kekasih seperti diriku...

Yang rela mengecup dahi, mengenang kasih dalam kalbu...

TAK ADA YANG SEPERTI DIRIKU..

AKU TAK SAMA..

BERBEDA.."

Selasa, 21 November 2023

Peach bulan November


 


Jalanan ramai, orang-orang duduk dan berdiri memegang gawai.

Aku sendiri, berpikir dan mencari, sedikit pahala untuk diberikan kepada bidadariku.

Bertemu ibu yang menggunakan gamis biru dan jilbab putih, mempersilahkanku masuk ke kerajaannya, memanduku agar tidak buta warna dan kelimpungan konsumerisme dalam ruang simulacra.

Aku terbang diatas angin yang mengendap dibawah sepatuku, masih mengenakan seragam.

Ibu-ibu tadi hampir putus asa memanduku, sebab tak kutemukan pahala yang ku cari.

Aku melepas kebergantungan diri pada ibu itu, terbang lagi mencari pahala, mengelilingi kerajaan, lama, hampir dua abad aku terbang, takut bahan bahan bakar ku habis, akhirnya aku menepi, mengisi bahan bakar, di pinggir kerajaan ada sebuah toko kelontong, segera aku isi.

Aku masuk lagi ke kerajaan, para jenderal kerajaan berteriak menyuruhku pulang, namun aku menolak, karena pahala belum aku temukan.

Tiba-tiba ada air mata jatuh dari langit menembus akal dan jiwaku, aku melihat pahala berwarna peach, aku menghampirinya dan berkata:

“Apakah kamu sedang sendiri ? bagaimana jika kamu temani bidadariku ? bisakah ? temani terus ya, walau suatu saat perpisahan melandaku dan bidadariku itu.”

Pahala itu tersenyum, memberikan ekspresi menunggu pesan selanjutnya yang ingin aku sampaikan:

“Jadilah temannya, buat dia senang, jika bidadariku senang, aku pun senang, namun tidak perlu sebaliknya, karena ini bukan kalkulasi.” Ucapku menambahkan.

Pahala itu mengangguk, aku membawanya ke ibu-ibu tadi yang sudah terlihat mengantuk, mungkin dia lelah. Aku segera membawa pahala itu keluar dari kerajaan, pergi meninggalkan kerajaan.

Diperjalanan, hujan turun, deras bahkan badai, hingga aku mengira akan terjadi banjir. Aku terus berjalan, selangkah demi selangkah, karena aku manusia, bukan kangguru atau kelinci yang berjalan langsung dengan kedua kakinya.

Esoknya, ku temui bidadariku, di perpustakaan, ia menggunakan batik. Wajahnya indah nan cantik. Aku berikan pahala peach itu.

Tersenyum dia, tertawa dia, dan memelukku dengan sangat erat sambil berkata:

“Terimakasih sayang, sehat-sehat untukmu, agar bisa selalu bersamaku”

Ini di bulan november, saat itu juga bulan November.

City of God & Summa Theologiae: Membaca Pergulatan Katolik dan Filsafat dari Agustinus sampai Aquinas

 


Makan, berarti tindakan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh, kemudian dicerna oleh bagian-bagian dalam tubuh yang bertugas, dan pada akhirnya mengeluarkannya melalui anus. Jika terjadi kerusakan pada sistem pencernaan manusia, maka manusia tersebut akan menderita, sakit, dan lebih jauh lagi, manusia itu akan mati.

Ilmu Pengetahuan, sebagaimana makan. Ketika masuk melalui indera dan dicerna oleh akal, kemudian harus dikeluarkan baik melalui lisan maupun tulisan, jika tidak demikian, seseorang tersebut akan menderita, bukan sakit fisik, melainkan mendapatkan semacam gangguan intelektual. Bentuk lain dalam mengeluarkan ilmu pengetahuan adalah dengan mengamalkannya.

Berkaitan dengan ini, adalah langkah baik yang diambil oleh Plato untuk mengolah dan mengeluarkan ilmu pengetahuannya dengan mendirikan sebuah lembaga pendidikan bernama academia. Bagiku, ini adalah usaha Platon agar tidak menderita gangguan intelektual, serta menambah cakrawala pengetahuannya, sebab jika seseorang mengajarkan atau mengamalkan ilmu pengetahuan yang dimiliki kepada orang lain, maka akan bertambah pula ilmu pengetahuan yang dimilikinya.

Namun hal itu tak bertahan lama terutama setelah Platon wafat, pada tahun 529 M academia ditutup oleh kekuasaan Romawi untuk menolak penyebarluasan pengetahuan filosof Yunani, sekaligus menanamkan dogma kristen katolik yang telah jadi agama yang diterima oleh Romawi sejak tahun 313 M dan diresmikan menjadi agama negara pada tahun 380 M. Strateginya sederhana saja, ketika sekolah Yunani ditutup, ordo-ordo monastik besar didirikan oleh rezim Romawi.

Hal ini kemudian mulai berubah sejak penyebaran Islam ke Eropa, khususnya tanah Spanyol. Penyebaran agama Islam oleh orang-orang Arab juga meliputi kota-kota Hellenistik kuno di Iskandariah (Alexandria). Dengan begitu, ilmu pengetahuan yang ada disana mulai di terjemahkan, dikomentari, dikritisi, dan ditemukan pemikiran baru. Ilmu-ilmu ini seputar filsafat, matematika, astronomi, kimia dan kedokteran. Dari sini, tanpa perlu memaparkan sejarahnya secara panjang, sudah banyak karya filsafat yang dilahirkan oleh filosof Muslim seperti Ibn Sina dan Ibn Rusyd, dimana beberapa karya mereka sangat bercorak aristotelian atau platonian. Saya mendapat informasi dari .... bahwa sebagian filosof mengaristotelianisasikan sistem platonik, maupun sebaliknya. Sehingga sungguh tidak aneh apabila nanti kita akan mendapatkan beberapa pandangan dari filosof barat yang mirip dengan filosof Islam maupun filosof Yunani, terutama Aristoteles dan Platon.

Walau terdapat banyak informasi dari para sarjana, semisal ....., mengenai Islam di Eropa, tapi tidak begitu mengherankan apabila penduduk Eropa pada saat itu masih banyak yang beragama katolik, hal ini tentu bagian dari sejarah panjang para agamawan Romawi dalam mentransfer keyakinannya melalui institusi yang didirikan oleh rezim. Walau demikian, ini bukan berarti, tidak ada sama sekali orang kristen yang terpikat pikirannya untuk mempelajari filsafat. Thomas Aquinas adalah bukti nyatanya dalam sejarah.

Hemat saya, dengan adanya pertalian antara Islam dan Yunani di masa sebelum Aquinas hidup, maka dapat dipastikan, Aquinas yang memiliki ketertarikan kepada filsafat, bukan hanya mempelajari filsafat Yunani, melainkan juga membaca karya-karya filsafat Islam. Jadi, produk pemikiran Agustin yang akan dijelaskan nanti sebetulnya adalah produk atas trilogi ilmu pengetahuan, yakni filsafat yunani, filsafat Islam, dan wahyu (agama) katolik.

Anda mungkin akan bertanya-tanya, apakah seorang yang beragama katolik mungkin untuk membaca risalah-risalah filsafat dari luar katolik ? maka saya akan dengan tegas mengatakannya ‘IYA’, sebab itulah kunci peradaban, yakni keterbukaan. Jika saya meminjam pemikiran Amin Abdullah, maka fase studi agama yang ada pada era Agustin adalah fase critis, yakni fase dimana kebenaran-kebenaran wahyu harus teruji secara intersubjektif, dan keterujian intersubjektif hanya mungkin dengan adanya proses multidisiplin dan keterbukaan.

Anda mungkin juga akan bertanya, siapakah Aquinas ? Maka saya akan mengatakan: Aquinas adalah seorang Profesor Teologi di Universitas yang ada di Paris dan Italia. Ia hidup pada rentang tahun 1225-1274[1]. Salah satu pemikirannya yang akan diulas disini adalah mengenai pembuktian keberadaan Tuhan (teologi). Sarjanawan Bertens mengatakan bahwa pemikiran Aquinas mengenai hal ini ada pada karyanya yang berjudul Summa Theologiae (Ikhtisar Teologi), Bertens juga menyebutkan bahwa ini adalah karya utamanya.

Namun, anda juga mungkin akan bertanya, kenapa Aquinas menghabiskan waktunya untuk membahas hal ini ? bukankah dia bisa saja duduk santai sambil menikmati alkohol dan menghisap kretek ganja ? apa hal yang membuat dirinya tergerak untuk membahas masalah teologi ? Dasar, ada-ada saja memang filosof ini.

Jika demikian, maka saya akan menerangkannya. Jika anda pernah terbesit untuk mengatakan sesuatu yang penting, maka ada hal penting yang mendorong anda untuk mengatakan sesuatu tersebut, dan hal penting itu sudah pasti berasal dari diri selain diri anda. Jika anda memahaminya, maka anda mulai mengerti apa yang menjadi alasan Aquinas untuk memikirkan hal ini.

Apabila anda sudah sesuai dengan ekspektasi saya, tinggal satu pertanyaan yang ada, siapakah dan apakah yang dilakukan orang lain itu hingga membuat Aquinas tergerak ? maka saya akan segera memberitahunya sekarang. Santo Agustinus adalah orangnya dan Kota Tuhan adalah hal yang dilakukannya. Kota Tuhan adalah bahasa Indonesia, ini adalah karya asli dari Agustinus, namanya City of God.

Jika dilihat dari sisi sejarah, memang Agustin lebih dulu hidup dibanding Aquinas, jadi, Agustin memang tidak berkesempatan untuk menyicipi pemikiran para filosof Islam seperti Aquinas. Selain itu, Agustin juga hidup ditengah keramaian doktrin katolik yang dijadikan semacam ideologi negara, walau demikian, Agustin adalah orang yang memberi manfaat kepada aktivitas intelektual Aquinas, sebab tanpa ada Agustin, mungkin saja Aquinas menjadi preman di Pasar yang kerjaannya menggoda perempuan cantik.

Agustin hidup pada 354 sampai 430 M. Ada banyak informasi yang saya dapat dari Gaarder, salah satunya bahwa, sekalipun beragama katolik, Agustin bukanlah pengikut katolik dari garis keturunan, sebab dia memeluk katolik setelah terlebih dahulu belajar agama dan filsafat di Roma, Milan dan Hippo. Dari sini, kita dapat berpikiran biasa-biasa saja setelah mengetahui bahwa Agustin akhirnya memilih katolik dengan aliran manichaean, sebuah aliran yang mendasarkan doktrinnya pada agama dan filsafat. Walau demikian, diantara kedua itu, Agustin lebih cenderung pada doktrin agama, sebab ia tidak menerima pemikiran filsafat Yunani yang bertentangan dengan wahyu katolik. Dan karena kecenderungannya kepada agama, tentu saja dia memilih Neo-Platonisme untuk mengukuhkan pemikirannya. Sebab doktrin neo-platonik cenderung metafisikal, dan ini sangat cocok apabila dihubungkan dengan doktrin katolik.

Kecenderungan ini dapat dilacak dari karyanya yang berjudul City of God. Sebelum mengulas bukunya lebih jauh, perlu diketahui bahwa salah satu obrolan Agustinus paling asyik adalah mengenai eksistensi. Agustinus berpandangan bahwa eksistensi itu sifatnya ilahiah. Kesimpulan itu diperoleh Agustinus setelah menekuni bidang etika, dimana Agustinus merasa kebingungan dengan adanya konsep kebaikan dan kejahatan. Setelah melalui renungan filosofis, Agustinus memperoleh jawaban atas hal tersebut, yakni pada dasarnya semua adalah baik, karena semua berasal dari Tuhan, dan itu akan menjadi buruk jika Tuhan tidak ada. Tuhan lah eksistensi tersebut, dan karena Tuhan bersifat ilahiah, maka yang eksis adalah yang ilahi, dan tidak ada lagi selain Tuhan yang memiliki sifat ilahi.

Sekarang kita akan mengulas sedikit saja intisari dari pemikirannya yang ada pada buku City of God. Agustinus pada akhirnya kembali mempertentangkan antara agama dan filsafat, sebab bukunya itu berbicara mengenai ‘Kerajaan Tuhan’ dan ‘Kerajaan Negara’. Baginya, sepanjang sejarah, untuk menguji hal yang benar dan tidak benar adalah adanya ‘kelanggengan’. Dari dua kerajaan itu, yang langgeng adalah kerajaan Tuhan. Kesimpulan ini didasarkan pada sejarah pertempuran antara negara Romawi dan bangsa Barbar pada tahun 410 M. Pertempuran itu dimenangkan oleh Barbar. Akan tetapi, point pentingnya adalah, Agustinus melihat bahwa Romawi sebagai negara telah kalah, dan Kristen sebagai agama tetap ada, maka yang ada hanyalah kerajaan Tuhan, dan tidak ada keselamatan diluar Gereja. Dengan ini, Agustinus mengukuhkan pandangannya bahwa Tuhan berkuasa atas segalanya, termasuk negara.

Begitulah uraian ringkas mengenai Agustinus dan pemikirannya. Disini, kita mendapatkan polarisasi yang jelas mengenai hal yang membuat tubuh dan jiwa Aquinas tergerak untuk berpikir ulang mengenai teologi katolik. Hal ini tak lain, -untuk sekedar mempertegas saja-, adalah usaha Aquinas untuk mengkorelasikan atau mendialogkan antara agama dan filsafat, dimana keduanya tak perlu dipertentangkan, maksudnya, kebenaran akal dan kebenaran wahyu adalah satu, bukan dua, kebenaran adalah kebenaran, bukan kebenaran akal dan kebenaran wahyu.

Saya akan secara eksplisit saja menjelaskan pemikiran Aquinas mengenai usahanya mendialogkan antara agama dan filsafat, yang berbeda dari sisi metodenya. Sebab, pada satu sisi agama berasal dari Wahyu, sedangkan filsafat adalah murni akal. Dan sebagaimana telah dijelaskan diatas, pemikiran Aquinas yang akan diuraikan disini adalah pemikirannya mengenai teologi yang terdapat pada karyanya Summa Theologiae.

Aquinas memaparkan sejumlah konsep untuk membuktikan adanya Tuhan. Konsep pertama adalah setiap yang bergerak pasti ada yang menggerakkan, dan itu harus berakhir pada yang tak digerakkan, yang tak digerakkan ini adalah Tuhan, konsep ini juga berkaitan dengan konsep lainnya yaitu konsep kausalitas. Dimana semua hal adalah akibat dari sebab-sebab yang panjang, namun hal ini tak mungkin tidak berujung, sebab jika tidak berujung, tak pernah mungkin ada akibat, sebab pertama ini adalah Tuhan.

Selain dua konsep diatas, Aquinas juga memberikan konsep keselarasan alam. Menurut Aquinas, alam semesta berjalan secara teratur, dan keteraturan itu pasti bukan sesuatu yang kebetulan. Keteraturan itu geraknya mengikuti suatu pola, berjalan seperti sebuah anak panah menuju tujuan tertentu yang dikehendaki pemanahnya. Pemanahnya itu adalah Tuhan.

Konsep lainnya adalah konsep moral. Menurut Aquinas, manusia pasti memiliki penilaian baik dan buruk yang beragam, karena itu sifatnya menjadi relatif, akan tetapi, moral relatif itu tidaklah mungkin, sebab jika demikian, akan terjadi kekacauan moralitas, karena itu, untuk konsep moral kita memerlukan esensi yang absolut sebagai pijakan, konsep absolut itu berasal dari Tuhan. Aquinas mengatakan hal ini dengan cara pikir bahwa yang baik menurut Tuhan pasti juga baik menurut akal, dan hal itu biasanya dalam beberapa hal banya di sepakati, sebab hal ini sangat terkait erat dengan kemanusiaan.

Itulah beberapa konsep yang diajukan oleh Aquinas mengenai kebenaran adanya Tuhan melalui penalaran filosofis, penting untuk diketahui pula bahwa, sebagaimana dikatakan oleh Gaarder, bahwa Aquinas berusaha semaksimal mungkin agar filsafat dapat dipahami oleh para penganut agama (baca: katolik), sebab dengan demikian, akan terjadi kemantapan iman, sebab adanya penyelarasan antara wahyu dan akal.

Produk pemikiran lain dari Aquinas yang sangat menggelitik saya adalah kesepakatannya terhadap diktum Aristoteles mengenai wanita. Menurut Aquinas, Aristoteles adalah benar jika mengatakan bahwa wanita itu adalah setengah laki-laki, maksudnya, setiap anak pasti mewarisi ciri-ciri ayahnya, sebab perempuan itu pasif dan reseptif, sedangkan laki-laki itu aktif dan kreatif. Aquinas juga berpandangan bahwa ini sesuai dengan doktrin bibel yang menceritakan bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam.

 



[1] 200 tahun pasca Ibn Sinadan 100 tahun pasca Ibn Rusyd. Keduanya adalah filosof muslim yang erat dengan tradisi aristoteles.

Rabu, 15 November 2023

Cantikmu, Untukku Saja

 


Qais menjadi gila, begitu pula dengan Zainudin. Pencinta memang demikian, jangan pernah mengaku cinta apabila mengharap balasan cinta dari yang dicintai, jika engkau seperti itu, maka kau adalah pembohong, pembohong tingkat tinggi, engkau membohongi diri sendiri.

Dasar bodoh, diri sendiri saja di bohongi. Bagaimana mungkin engkau mengaku diri sebagai pencinta ? Tidak, lebih baik kau kenali dulu dirimu sendiri, itulah akibatnya, jika engkau ingin mengenali orang lain, tapi belum mengenal diri sendiri, aku sudahi dulu obrolan tentang pencinta yang tidak malu ini, aku mau bicara hal lain.

Ketika Dilan makan bakso bareng Milea, disampingnya ada orang sedang berpacaran, Dilan bilang ke Milea:

"Jangan liatin"

"Emang kenapa ?"

"Nanti dia suka"

"Memangnya kenapa kalo suka ?"

"Nanti aku berantem sama dia !"

Aku rela memercikkan darah untuk cermin sialan itu, yang dengan romantisnya berada di hadapan Ratuku tanpa ada penghalang. Dia tersenyum ketika ratu tersenyum. Ketika aku hendak menghampiri sang ratu, dia malah berkata:

"Ye ye ye ye ye, cantik banget sih dia, jodohku, siapapun akan cemburu pada kecantikannya, karena dia tidak memerlukan filter instagram, cantik nya tidak palsu, ia memang cantik, cantiknya adalah murni pemberian Tuhan, tidak perlu ada yang memujinya, dia sudah terpuji."

Cermin mengatakan itu sebanyak tiga kali, tapi, untuk yang ketiga kalinya, cermin ini makin berkata dengan suara keras sambil terus mengejek, kenapa ? karena untuk yang ketiga, kecantikan ratuku semakin menggairahkan, sebab ada helai kain yang coba menutup rambutnya, helai kain itu malah menyemangati cermin, kata kain:

"Ayo, lebih keras, biar dia semakin cemburu"

Aku hanya melewatinya, tiba tiba ada lagi yang berkata, kali ini pagar, dia bilang:

"Wanita ini akan menjadi jodoh mu, berjuang dan berdoalah, Tuhan pasti mendengar, Hiraukan saja cermin itu, sebentar lagi juga akan ditinggalkan, sebab cermin tidak memiliki rasa cinta, semurni kamu. Kamu mencintainya kan ? Sini aku kasih tahu, kalo beneran cinta, kamu ga perlu marah kalo ada yang deket sama dia, memang sudah jadi ? belum kan ? Yaudah gapapa. Kamu tidak perlu khawatir, kecantikan sang ratu, hanya untukmu.

Aku menghela nafas, tersenyum menatap Ratu ku ini, yang juga membalas senyuman ku, kemudian pergi, masuk ke dalam ruang, yang tak kasat mata. Aku berdera, mengingat nasihat dari pagar, kemudian berjalan lagi, dan mengatakannya dengan bahasa kalbu ku:

"Cantikmu, Untukku saja", aku mengakhirinya dengan "Inilah, Aamiin paling serius, yang untuk kesekian tahunnya, aku ucap kembali".

Engkau ratu ku, tugas ku hanya menjaga, bukan memiliki.

Goodbye Instagram: A Soul's Journey to Allah That Was Paused

    Aku sepenuhnya sudah meyakini kebenaran bahwa hakikat diriku adalah jiwaku. Jiwaku ini yang tidak sempurna berasal dari Allah. Ini ada...