Wallahu akhrajakum mim buthuni ummahatikum
la ta’lamuna syay'aw wa ja’ala lakumu-sam’a wal-abshara wal af’idata, la’allakum
tasykurun (Artinya:
Dan Allah mengeluarkan kamu dengan perut ibumu tanpa mengetahui satu hal pun,
dan Allah menjadikan untukmu telinga, mata dan hati, agar kamu bersyukur.)
“Sedih, ku saat merasa indah, semua hilang dan usai,, bila” lirik lagu Tiara
Andini menghentikan bacaan al-Qur’an Asep, ternyata Galen menghubunginya.
Galen mengingatkan Asep bahwa tiga hari
sejak pengobatan pertama telah berlalu, kemudian galen meminta Asep untuk
datang ke rumah sakitnya, suara Galen sangat tenang, sebab pasiennya, Analisa,
sudah tidak lagi mengucapkan tiga mantra sakti positivisme.
Ketika tiba di rumah sakit, Asep langsung
dihampiri Hypatia, wajah Hypatia nampak damai dan segar, seakan sering terbasuh
air dari sungai nil dan sungai ciliwung. Sambil berjalan menuju ruangan dokter
Galen, Hypatia itu berkata kepada Asep bahwa, sejak mata dan telinganya
ditutup, Analisa tak pernah lagi mengigau.
“Apakah makan dan minumnya sesuai dengan apa
yang saya sarankan ? kata Asep kepada Hypatia
“Iya mas”
Keduanya terus berbincang sembari jalan
menuju ruang dokter Galen, hingga saat tepat berdiri di depan pintu, Hypatia
pamit kepada Asep untuk sarapan, sedangkan Asep langsung masuk ke ruangan
dokter Galen.
“Mau ngopi dulu pak ?” Ucap Galen mengawali
obrolan
“Nanti saja dok, saya sudah ngopi sebelum
kesini”
“Oke pak, mungkin kita langsung saja menuju
ruangan Analisa”
Tak ada obrolan saat keduanya berjalan
menuju ruangan, namun itu hanya sementara, sebab Hypatia segera berjalan di
sisi Galen untuk melaporkan bahwa pagi ini Analisa tengah menyantap sarapan
sesuai dengan saran dari Asep.
Galen dan Asep tiba di ruangan, Asep
nampaknya tidak terkejut melihat Analisa yang tengah tersenyum sedangkan mata
dan telinganya tertutup.
“Dok, mungkin sudah waktunya penutup mata
dan telinga itu dibuka” Kata Asep
“Baik pak, Hypatia, kemarilah ! tolong
bantu aku untuk membukanya”
Hypatia bergegas membantu Galen untuk
membuka penutup yang ada pada mata dan telinga Analisa, dan terbukalah kain
penutup mata dan telinga itu, suasana langsung hening ketika Analisa
mengedip-ngedipkan matanya, mata Analisa memang indah, bulat sempurna, saat
melihatnya, semua orang akan merasakan ketenangan metafisikal.
Mata Analisa langsung terfokus kepada Asep,
karena memang Asep mengenakan pakaian santai, dalam benaknya, Ana berkata:
“Siapa gerangan laki-laki ini ? dia pasti
bukan dokter, bukan juga perawat, apalagi keluargaku ? Sungguh, pakaiannya
sangat lusuh seperti orang kampung yang hidup di era kejayaan Thomas Jefferson,
seorang presiden Amerika ke-3.”
Melihat mata Ana yang tertuju pada Asep,
Galen langsung mengatakan pada Ana bahwa orang inilah yang tengah membuatnya
menjadi tenang seperti sekarang. Akan tetapi, Ana merasa dirinya baik-baik saja
selama beberapa hari kemarin, malah, dengan nada yang tinggi, ana mengatakan:
“Dokter !!!! Tolong usir saja orang lusuh
dari kampung ini, dia bukan siapa-siapaku”
Mendengar Analisa mengatakan hal itu, Asep
hanya tersenyum dan langsung beranjak keluar, namun ditahan oleh Galen, tapi
Asep meyakinkan Galen dengan isyarat mata bahwa hal itu tidak apa-apa, akhirnya
Asep keluar dari ruangan, dan menunggu tepat di depan pintu, ia khawatir akan
terjadi sesuatu lagi, namun setelah 15 menit, rupanya dugaan Asep salah, tidak
terjadi kegaduhan apapun diruangan Ana.
Ternyata, dalam waktu itu, terjadi
percakapan Galen dengan Ana, sedangkan Hypatia sibuk mencatat percakapan itu
atas perintah Galen.
“Dokter, sebenarnya, siapakah duhai
gerangan pria itu ? yang lusuh pakaiannya dan kurus badannya ? namun memiliki
wajah yang sangat cerah ?”
Galen menghela nafas dan tersenyum,
kemudian mulai menjawabnya:
“Seperti yang sudah saya katakan tadi,
Analisa, dia adalah orang yang menenangkanmu dari mengucapkan tiga kalimat
sakit positivisme, apakah kau sama sekali tidak mengingat apa-apa ?”
“Selama ini saya merasa tenang-tenang saja
dok”
“Ya, itu setelah mata dan telingamu ditutup,
sebelumnya kamu terus melafalkan ‘Teologi Metafisik Saintifik’ terus menerus.
Ana, karena kini kamu sudah dapat mengendalikan tubuhmu, mungkin kamu bisa
menceritakan, seluruh hal yang terjadi sebelum kamu masuk rumah sakit ini,
apakah kamu bersedia ? sebab, belum ada keterangan yang lengkap mengenai alasan
atau sebabnya kenapa kamu bisa menjadi seperti orang yang kerasukan arwah
filosof Barat abad 17 itu ?”
“Baik dok, saya bersedia, akan tetapi saya
tidak ingat semua, mungkin saya akan mandi terlebih dahulu, untuk mengingat
hal-hal yang terjadi kepada saya”
“Oh iya silahkan Ana, lagipula kamu sudah
tiga hari tidak mandi, sungguh air itu sangat merindu disentuh kulitmu”
Segera Analisa menuju kamar mandi, dengan
dibantu oleh Hypatia. Nampak cermin besar setengah badan tergantung disana,
kemudian Analisa berkata:
“apakah itu saya” sambil menunjuk cermin
“Iya mba, itu mba Analisa” jawab Hypatia,
agak aneh.
“Bohong, bagaimana mungkin itu adalah saya
? saya menunjuk dengan tangan, dan dia menunjuk dengan tangan kiri”
Hypatia segera keluar namun tak lupa
menjawab pernyataan Analisa:
“Itu namanya ilusi optik mba Ana”
Setelah keluar dari kamar mandi, Hypatia
secara tergesa-gesa menghampiri Galen,
“Ada apa Hypatia ?”
Hypatia terdiam, hanya menggelengkan kepala,
setelah itu menunduk bingung kalimat apa yang akan dipilihnya untuk
menyampaikan hal yang terjadi di kamar mandi. Dalam suasana yang hening itu
“PRAKKKKKKKK” suara pecahan kaca terdengar
sangat nyaring, disusul dengan teriakan Analisa:
“AAAAAAA… AAAAAAAA. AAAAAAAA….. DASAR
GOBLOK,,, TOLOLLLL,,, BEGOOOO,,, Aku memiliki wajah cantik berkilau bak bulan
purnama dengan satu juta lampu philips, engkau bukanlah aku, aku bukanlah
engkau,, kenapa engkau berteriak tanpa bersuara ? JELASSS,, kau bukanlah aku”
Dengan suasana hati yang sangat cemas,
Hypatia segera mencari penutup mata dan telinga milik Analisa, setelah ketemu,
Hypatia langsung berlari ke kamar mandi untuk menutup mata dan telinganya.
Anehnya, setelah ditutup, Analisa langsung kembali terdiam.
Diluar ruangan, seakan mengetahui apa yang
terjadi, Asep hanya tersenyum, Galen dan Hypatia segera keluar ruangan untuk
memberitahu Asep semua hal yang terjadi di dalam ruangan, dan Asep hanya
mengatakan:
“Baiklah, lusa tolong ingatkan saya lagi
agar saya datang kembali kesini, lusa, saya akan berusaha mendekonstruksi
pikiran positivis mutlak yang mengarungi pikiran Analisa. Sungguh saya pun
merasa kasihan melihat wanita muda itu tersakiti akal dan jiwanya, bagaimana
mungkin saya sebagai seorang manusia tak terketuk hati kemanusiaannya melihat
orang lain menderita penyakit mental ?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar