Jumat, 07 Juli 2023

Kupinang Kau Dengan Filsafat: Duhai, Analisa Yang Malang ! (BAG III)


Wallahu akhrajakum mim buthuni ummahatikum la ta’lamuna syay'aw wa ja’ala lakumu-sam’a wal-abshara wal af’idata, la’allakum tasykurun (Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dengan perut ibumu tanpa mengetahui satu hal pun, dan Allah menjadikan untukmu telinga, mata dan hati, agar kamu bersyukur.) “Sedih, ku saat merasa indah, semua hilang dan usai,, bila” lirik lagu Tiara Andini menghentikan bacaan al-Qur’an Asep, ternyata Galen menghubunginya.

Galen mengingatkan Asep bahwa tiga hari sejak pengobatan pertama telah berlalu, kemudian galen meminta Asep untuk datang ke rumah sakitnya, suara Galen sangat tenang, sebab pasiennya, Analisa, sudah tidak lagi mengucapkan tiga mantra sakti positivisme.

Ketika tiba di rumah sakit, Asep langsung dihampiri Hypatia, wajah Hypatia nampak damai dan segar, seakan sering terbasuh air dari sungai nil dan sungai ciliwung. Sambil berjalan menuju ruangan dokter Galen, Hypatia itu berkata kepada Asep bahwa, sejak mata dan telinganya ditutup, Analisa tak pernah lagi mengigau.

“Apakah makan dan minumnya sesuai dengan apa yang saya sarankan ? kata Asep kepada Hypatia

“Iya mas”

Keduanya terus berbincang sembari jalan menuju ruang dokter Galen, hingga saat tepat berdiri di depan pintu, Hypatia pamit kepada Asep untuk sarapan, sedangkan Asep langsung masuk ke ruangan dokter Galen.

“Mau ngopi dulu pak ?” Ucap Galen mengawali obrolan

“Nanti saja dok, saya sudah ngopi sebelum kesini”

“Oke pak, mungkin kita langsung saja menuju ruangan Analisa”

Tak ada obrolan saat keduanya berjalan menuju ruangan, namun itu hanya sementara, sebab Hypatia segera berjalan di sisi Galen untuk melaporkan bahwa pagi ini Analisa tengah menyantap sarapan sesuai dengan saran dari Asep.

Galen dan Asep tiba di ruangan, Asep nampaknya tidak terkejut melihat Analisa yang tengah tersenyum sedangkan mata dan telinganya tertutup.

“Dok, mungkin sudah waktunya penutup mata dan telinga itu dibuka” Kata Asep

“Baik pak, Hypatia, kemarilah ! tolong bantu aku untuk membukanya”

Hypatia bergegas membantu Galen untuk membuka penutup yang ada pada mata dan telinga Analisa, dan terbukalah kain penutup mata dan telinga itu, suasana langsung hening ketika Analisa mengedip-ngedipkan matanya, mata Analisa memang indah, bulat sempurna, saat melihatnya, semua orang akan merasakan ketenangan metafisikal.

Mata Analisa langsung terfokus kepada Asep, karena memang Asep mengenakan pakaian santai, dalam benaknya, Ana berkata:

“Siapa gerangan laki-laki ini ? dia pasti bukan dokter, bukan juga perawat, apalagi keluargaku ? Sungguh, pakaiannya sangat lusuh seperti orang kampung yang hidup di era kejayaan Thomas Jefferson, seorang presiden Amerika ke-3.”

Melihat mata Ana yang tertuju pada Asep, Galen langsung mengatakan pada Ana bahwa orang inilah yang tengah membuatnya menjadi tenang seperti sekarang. Akan tetapi, Ana merasa dirinya baik-baik saja selama beberapa hari kemarin, malah, dengan nada yang tinggi, ana mengatakan:

“Dokter !!!! Tolong usir saja orang lusuh dari kampung ini, dia bukan siapa-siapaku”

Mendengar Analisa mengatakan hal itu, Asep hanya tersenyum dan langsung beranjak keluar, namun ditahan oleh Galen, tapi Asep meyakinkan Galen dengan isyarat mata bahwa hal itu tidak apa-apa, akhirnya Asep keluar dari ruangan, dan menunggu tepat di depan pintu, ia khawatir akan terjadi sesuatu lagi, namun setelah 15 menit, rupanya dugaan Asep salah, tidak terjadi kegaduhan apapun diruangan Ana.

Ternyata, dalam waktu itu, terjadi percakapan Galen dengan Ana, sedangkan Hypatia sibuk mencatat percakapan itu atas perintah Galen.

“Dokter, sebenarnya, siapakah duhai gerangan pria itu ? yang lusuh pakaiannya dan kurus badannya ? namun memiliki wajah yang sangat cerah ?”

Galen menghela nafas dan tersenyum, kemudian mulai menjawabnya:

“Seperti yang sudah saya katakan tadi, Analisa, dia adalah orang yang menenangkanmu dari mengucapkan tiga kalimat sakit positivisme, apakah kau sama sekali tidak mengingat apa-apa ?”

“Selama ini saya merasa tenang-tenang saja dok”

“Ya, itu setelah mata dan telingamu ditutup, sebelumnya kamu terus melafalkan ‘Teologi Metafisik Saintifik’ terus menerus. Ana, karena kini kamu sudah dapat mengendalikan tubuhmu, mungkin kamu bisa menceritakan, seluruh hal yang terjadi sebelum kamu masuk rumah sakit ini, apakah kamu bersedia ? sebab, belum ada keterangan yang lengkap mengenai alasan atau sebabnya kenapa kamu bisa menjadi seperti orang yang kerasukan arwah filosof Barat abad 17 itu ?”

“Baik dok, saya bersedia, akan tetapi saya tidak ingat semua, mungkin saya akan mandi terlebih dahulu, untuk mengingat hal-hal yang terjadi kepada saya”

“Oh iya silahkan Ana, lagipula kamu sudah tiga hari tidak mandi, sungguh air itu sangat merindu disentuh kulitmu”

Segera Analisa menuju kamar mandi, dengan dibantu oleh Hypatia. Nampak cermin besar setengah badan tergantung disana, kemudian Analisa berkata:

“apakah itu saya” sambil menunjuk cermin

“Iya mba, itu mba Analisa” jawab Hypatia, agak aneh.

“Bohong, bagaimana mungkin itu adalah saya ? saya menunjuk dengan tangan, dan dia menunjuk dengan tangan kiri”

Hypatia segera keluar namun tak lupa menjawab pernyataan Analisa:

“Itu namanya ilusi optik mba Ana”

Setelah keluar dari kamar mandi, Hypatia secara tergesa-gesa menghampiri Galen,

“Ada apa Hypatia ?”

Hypatia terdiam, hanya menggelengkan kepala, setelah itu menunduk bingung kalimat apa yang akan dipilihnya untuk menyampaikan hal yang terjadi di kamar mandi. Dalam suasana yang hening itu

“PRAKKKKKKKK” suara pecahan kaca terdengar sangat nyaring, disusul dengan teriakan Analisa:

“AAAAAAA… AAAAAAAA. AAAAAAAA….. DASAR GOBLOK,,, TOLOLLLL,,, BEGOOOO,,, Aku memiliki wajah cantik berkilau bak bulan purnama dengan satu juta lampu philips, engkau bukanlah aku, aku bukanlah engkau,, kenapa engkau berteriak tanpa bersuara ? JELASSS,, kau bukanlah aku”

Dengan suasana hati yang sangat cemas, Hypatia segera mencari penutup mata dan telinga milik Analisa, setelah ketemu, Hypatia langsung berlari ke kamar mandi untuk menutup mata dan telinganya. Anehnya, setelah ditutup, Analisa langsung kembali terdiam.

Diluar ruangan, seakan mengetahui apa yang terjadi, Asep hanya tersenyum, Galen dan Hypatia segera keluar ruangan untuk memberitahu Asep semua hal yang terjadi di dalam ruangan, dan Asep hanya mengatakan:

“Baiklah, lusa tolong ingatkan saya lagi agar saya datang kembali kesini, lusa, saya akan berusaha mendekonstruksi pikiran positivis mutlak yang mengarungi pikiran Analisa. Sungguh saya pun merasa kasihan melihat wanita muda itu tersakiti akal dan jiwanya, bagaimana mungkin saya sebagai seorang manusia tak terketuk hati kemanusiaannya melihat orang lain menderita penyakit mental ?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Goodbye Instagram: A Soul's Journey to Allah That Was Paused

    Aku sepenuhnya sudah meyakini kebenaran bahwa hakikat diriku adalah jiwaku. Jiwaku ini yang tidak sempurna berasal dari Allah. Ini ada...